Minggu, 09 Desember 2007

Menghujat Para Pemerkosa Sejarah






Udara sejuk menyambut di ketinggian antara 1.200-1.300 mdpl. Matahari belum menempuh setengah dari perjalanannya hari itu. Kenyamanan suasana yang menemani niat serombongan orang untuk sekadar menikmati peninggalan masa lalu yang luar biasa.
Di dekat pintu masuk terdapat papan keterangan yang memuat sejarah candi yang tersebar dengan anggun di sisi lereng Gunung Ungaran tersebut. Namanya, Gedong Songo. Artinya, sembilan bangunan—meski yang masih utuh tinggal lima candi. Pada awalnya, kompleks candi ini disebut Gedong Pitoe (=bangunan tujuh) karena sejumlah itulah saat pertama ditemukan Raffles.
Lima candi berbahan batu andesit yang masih utuh pernah dipugar secara bertahap. Candi Gedong I dan II dipugar tahun 1928-1929 dan 1930-1931 sementara Gedong III, IV, dan V pada 1977-1983. Candi-candi Hindu itu diperkirakan dibangun pada masa antara abad VII – IX Masehi atau semasa dengan kompleks Candi Dieng.
Ciri candi Hindu ditemukan di kompleks ini, yaitu arca atau relief pada relung candi seperti arca Ciwa Mahadewa, Ciwa Mahaguru, Ganeca, Durga Mahisasuramardhini, Nandiswara dan Mahakala serta Yoni pada bilik candi. Keistimewaan Gedong Songo yaitu terdapat arca Gajah dalam posisi jongkok di kaki candi Gedong III, dan Yoni berbentuk persegi panjang pada bilik candi Gedong I.
Sesuai namanya, candi Gedong I terletak paling dekat dengan pintu masuk dibandingkan candi-candi yang lain. Candi yang anggun dengan segala simbolisasi penuh arti mengenai hubungan antara manusia, alam, dewa, dan yang tak terhingga.
Tunggu! Ternyata tak hanya simbolisasi masa lampau yang terpatri di bebatuan yang menyusun indah candi ini. “M HUDI” dan “SIDIK” hanyalah salah dua dari banyak kata yang tergores dalam secara permanen melukai batuan candi. Tidak hanya benda tajam yang menggoresi batu-batu uzur itu. Spidol. Ya, spidol yang merupakan alat tulis dari masa beratus-ratus tahun setelah bebatuan itu disusun ikut mencemarinya. Kali ini tulisannya agak kurang jelas terbaca karena si penulis menulis dengan gaya sok indah yang jelas-jelas terlihat jelek di batu itu. Sederet nama PENJAHAT SEJARAH: “MaTuT, Yudhi, Andry, Q-think”. Mau tahu yang lebih konyol? Tulisan spidol biru ini: “Barang siapa mencoret-coret dinding ini diancam hukuman 5 th penjara. TTD ”.
Vandalisme! Pemerkosaan terhadap sejarah! Si Fulan yang Bodoh! Marah? Ya! Hanya orang bodoh yang tidak mau menghargai apapun di luar dirinya. Mungkin itu kenapa bangsa ini sulit maju. Mental sebagian anaknya yang tidak mampu menghargai sejarah dan apa yang telah ditinggalkan leluhurnya.
Parahnya, aksi vandalis ini tidak hanya ditemukan di satu candi ini. Di manapun kita berjalan silakan lihat dengan seksama, maka akan ditemukan peninggalan pelaku kriminal ini. Ups! Ataukah sebenarnya mereka adalah anak bangsa dengan visi jauh ke depan, yang ingin mencatatkan dirinya (=namanya?) dalam sejarah. Dengan menorehkan sesuatu di batu candi, dinding gua, batang pohon, tembok bangunan, maka orang lain akan membacanya. Dan, mungkin orang yang hidup di masa beratus tahun setelah aksi penorehan sejarah itu dilakukan pun akan membacanya atau bahkan memelajarinya sebagai situs sejarah. Hmmm.....

2 komentar:

Heru Sri Kumoro mengatakan...

kalau yang mencorat-coret itu pemerkosa sejarah, trus yang memalsukan benda sejarah itu baiknya kita kasih nama apa yaa? piss!!!

sugieh mengatakan...

namanya sama aja ya, Kum. abis dua2nya sama2 melakukan sesuatu yang destruktif ke benda2 sejarah itu TANPA persetujuan sejarah...tapi kalo minta persetujuan benda2 itu gimana ya, hmm...susah juga. Wis, pokoke Hujatan Keras buat para mereka. piss juga!!!