Selasa, 22 Januari 2008

bad day

boleh menyebut hari ini (semoga sampe detik ini aja) adalah hari yang cukup buruk.
masalahnya adalah aku tidak siap dengan "serangan"
dan sekarang rasanya sangat meletihkan.....

Minggu, 20 Januari 2008

Mari Membaca Buku Kehidupan


MUSEUM RANGGAWARSITO,
SAATNYA MEMBACA BUKU KEHIDUPAN
Begja-begjane kang lali,
Luwih begja kang eling lawan waspada
(Bagaimana pun bahagianya orang yang lupa diri,
lebih bahagia orang yang masih sadar dan waspada)
(Serat Kalatidha pupuh 7)
Nasihat pujangga besar Ranggawarsita terasa pas didengungkan kembali. Apalagi, napas kehidupan masyarakat saat ini dalam istilah Ranggawarsita disebut sebagai zaman edan. Bencana datang silih berganti. Kegilaan manusia makin menjadi.
Menjadi waspada memerlukan tongkat dan cermin. Cermin terbaik ada dalam sejarah, buku kehidupan. Museum Jawa Tengah Ranggawarsita menawarkan buku terbuka bagi siapa saja yang ingin membaca kisah sang kala.
Bagai membaca buku, pengunjung diajak berkeliling menelusuri sejarah dengan konsep yang kental dengan budaya Jawa. Ada tiga simbol pewayangan yang menandai perjalanan.
Begitu masuk, pengunjung disambut Gunungan Blumbangan yang menggambarkan kehidupan semesta yang fana dan diwarnai gejala yang saling bertolak belakang. Evolusi alam semesta menjadi bahan perenungan utama. Pergerakan matahari dan planet, serta rekonstruksi kehidupan hewan dan tumbuhan purba, hanyalah contoh kecil.
Gunungan Gapuran melambangkan evolusi manusia, baik fisik maupun psikis yang terpapar gamblang. Perkembangan peradaban yang dipengaruhi mata pencaharian, religi, hingga perebutan kekuasaan dapat dilihat.
Setelah menjelajahi sejarah yang dibeberkan dalam empat gedung, perjalanan diakhiri dengan penampilan sosok Dewaruci di ruangan terakhir. Tokoh pewayangan ini mencari tirta amerta, air kehidupan abadi. Ternyata, kehidupan abadi bukan karena panjang umurnya, melainkan apa yang diserap dari inti kehidupanlah yang menjadi sumber keabadian itu. Mata air ilmu yang ada di Museum Ranggawarsita menanti untuk ditimba.
Selama sepuluh tahun terakhir, pengunjung museum provinsi terbesar di Indonesia ini rata-rata 46.831 orang per tahun. Lebih dari separuhnya adalah siswa TK, SD, dan SMP.
Kepala Museum Jawa Tengah Ranggawarsita, Puji Joharnoto, mengungkapkan, saat ini prioritas utamanya menjadikan museum sebagai tempat belajar dan rekreasi. Joharnoto menyayangkan kurangnya minat masyarakat mengunjungi museum. "Negeri kita masih lekat dengan kultur yang dekat dengan nenek moyang, sehingga memandang museum sebagai hal yang biasa," tuturnya.
Hambatan kultural menantang pihak museum untuk melakukan berbagai inovasi. Apalagi, sejak otonomi daerah, museum berada di bawah pemerintah provinsi. Keleluasaan yang lebih terasa, diiringi tuntutan menyumbang pendapatan asli daerah. Setiap tahun, target pendapatan-dari biaya sewa gedung, tiket masuk, dan karcis parkir sekitar Rp 70 juta dan selama ini selalu terpenuhi.
Bangunan seluas 8.438 meter persegi yang berdiri di atas 2,1 hektar lahan ini menyimpan lebih dari 40.000 koleksi. Namun, hanya sekitar 8.000 koleksi yang dipamerkan. Sisanya dalam perbaikan atau penyimpanan. Buku sejarah yang penuh dengan ilmu itu masih menanti pembacanya. Sayang jika dibiarkan sendirian, lengang, dan usang.
(dimuat di Kompas Edisi Jawa Tengah, 21 Oktober 2005)

Stasiun Tawang yang Luar Biasa



MENAPAK SEJARAH KERETA API
DI STASIUN SEMARANG TAWANG

Sebuah bangunan megah berdiri terpisah dari bangunan lain di sebelah utara Kawasan Kota Lama Semarang. Bentuknya mirip bangunan dengan fungsi sejenis, sebagai tujuan dan transit kereta api. Bangunan induk diapit bangunan memanjang di kanan kirinya. Bangunan induknya berbeda, ciri khas bangunan yang dibuat semasa pemerintahan Hindia Belanda.

Stasiun Semarang Tawang namanya. Tinggi bangunan dengan pilar dan tembok kokoh membentuk kemegahan. Bagian puncak atap yang berbentuk kubah menunjukkan gaya arsitektur masa itu. Bentuk lengkung dan persegi mendominasi ornamen bangunan. Kanopi di depan pintu masuk menambah kesan eksklusif stasiun ini.

"Isi surat dari direksi NIS (Nederlandsch Indische Spoorweg) di Belanda pada direksi NIS di Indonesia, mengharapkan pembangunan stasiun yang fungsional. Untuk bangunan stasiun, tidak boleh jelek, namun tidak harus megah," tutur Cahyono, pencinta kereta api Indonesia, Kamis (8/12).

Pada 29 April 1911, NIS mulai mewujudkan hasil rancangan Sloth-Blauwboer ini. Tiga tahun kemudian, stasiun itu siap beroperasi. Bersama Stasiun Semarang West (Poncol) dan Stasiun Central (Jurnatan), Stasiun Tawang dipersiapkan untuk menyambut koloniale tentoon stelling.
Stasiun Tawang menjadi pintu kedatangan tamu. Tidak mengherankan jika lobinya menunjukkan keanggunan. Warna putih menutup hampir semua tembok bagian dalam. Warna coklat tembaga menjadi penghiasnya, baik ornamen bangunan maupun hiasan lainnya. Pahatan batu yang melukiskan dua loko dan rangkaian kereta api menghiasi keempat sisi tembok. Sementara pusat ruangan yang segaris dengan atap kubah diterangi empat lampu hias dengan warna senada. Jendela kaca memanjang di sekeliling bangunan bagian atas, termasuk di bawah kubah, menambah penerangan.

Menurut Kepala Stasiun Tawang, Purwanto, bentuk bangunan utama saat ini tak banyak berubah, meski ada penambahan dan renovasi, termasuk peninggian lantai. Dua kali peninggian dilakukan pada tahun 1990-an. Pasalnya, limpasan air laut (rob) yang mengancam wilayah utara Kota Semarang mulai masuk ke kawasan stasiun. Hampir 1,5 meter tinggi bangunan berkurang karena pengurukan. Akibatnya, sejumlah bagian terpaksa disesuaikan, misalnya, pengurangan tinggi pintu.

Bangunan stasiun itu masih terawat baik. Fungsi bangunan masih dijaga sebagai stasiun kereta api. Apalagi, volume penumpang per tahun di stasiun ini mencapai lebih dari 600.000 orang. Namun, hanya sedikit yang menyadari stasiun yang ditapaki adalah bangunan bersejarah.
(dimuat di Kompas Edisi Jawa Tengah, 9 Desember 2005)

NB: Disertai ralat untuk nama salah satu narasumber saya. Tertulis "Cahyono" yang benar adalah "Tjahjono Rahardjo". Maap ya, Pak Cahyono...eh Tjahjono ;)

Jumat, 18 Januari 2008

fokus...

Hoaaaaahhhhhhhhhh!
"mereka punya jalan sendiri, seperti kita juga punya jalan sendiri"
Itu yang dikatakannya untuk menenangkan.
Tapi....masih saja tidak bisa dengan serta merta meniadakan yang sudah ada di depan mata.
Tidak...tidak semudah itu, meski keharusan untuk tenang dan fokus lebih prior dari apapun dan sapapun.
Wattafak!
Aku pantang mengganggu jalan orang lain, cuman aku berharap sebaliknya dari yang lain.
Ok, mungkin sekarang lebih baik menuruti katanya....fokus!
Fokus ke jalan masing-masing.
Selama belum nyenggol motorku, aku ga akan bunyiin klakson.

Selasa, 15 Januari 2008

Politik in Love

"Love has its own logic" kalimat itu sering keluar dari mulut salah satu temen.
"Love is blind" kalimat itu lebih sering terdengar di mana-mana dari siapa-siapa.
"Love is all around" hmm...keknya judul lagu deh ntah dari sapa lupa...
Apapun definisinya....papan kuning di atas punya peringatan yang tepat "Awas Jatuh Tersedot".
Jadi, kalo udah tau konsekuensinya sih kalo satu saat tersedot dan jatuh ke dalam "cinta-cintaan" maka udah siap buat nanggung tawa dan tangis-manis dan getir yang mengikutinya.
Ciyeee......kok jadi ngomongin "cinta" ya..

Yang jelas, cinta adalah masalah yang "serius".
Bahkan, Coldplay aja bilang kalo cinta juga butuh "politik"

Politik

Look at earth from outer space
Everyone must find the place
Give me time and give me space
Give me real, don't give me fake

Give me strength, reserve control
Give me heart and give me soul
Give me time give us a kiss
Tell me your own Politik

Open up your eyes
Open up your eyes
Open up your eyes
Open up your eyes

Give me one, cause one is best
And in confusion, confidence
Give me peace of mind and trust
And don't forget the rest of us

Give me strength, reserve control
Give me heart and give me soul
Wounds that heal and cracks that fix
tell me your own politik

Open up your eyes
Open up your eyes
Open up your eyes
Open up your eyes
Just open up your eyes

And give me love over, love over, love over this
And give me love over, love over, love over this

Senin, 14 Januari 2008

fresh meat...


Lima kijang kecil masuk ke kandang.
Bergerak berkelompok menunjukkan eksistensinya.
Suaranya masih lembut, belum banyak bicara.
Diam....diam...kalaupun bersuara maka kijang-kijang yang lebih lama ada di kandang itu perlu berkonsentrasi mendengarkannya.
Saat berkumpul untuk sekedar makan rumput bersama, kijang-kijang yang baru di kandang itu lebih banyak mendengarkan segala cerocosan keras dan tidak jelas konteksnya buat mereka yang terlontar dari para penghuni lama.
Di kepala mereka ada tuntutan untuk bisa segera membaur dengan kelompok.
Di kepala kijang-kijang yang lebih lama di kandang ada berbagai spekulasi mengenai anggota baru ini.
Salah satunya, "berapa dan siapa yang akan tetap bertahan di kandang ini" dan "berapa dan siapa yang akan "diminta" pergi atau "tersadar" untuk pergi dari kandang itu.
Sebuah pertanyaan spekulasi yang mulai dilemparkan di antara kijang-kijang lama...yang beberapa musim telah banyak mengamati.
Insting kijang dipertaruhkan untuk meramalkan jawaban pertanyaan tersebut.
Pertaruhan yang mengasyikkan.
Apalagi, pengalaman membuktikan intuisi kijang-kijang lama sudah terasah dengan melihat pergantian kijang-kijang baru yang masuk dan sebagian di antaranya keluar dari kandang.
Karena, sebenarnya kandang tersebut telah memiliki standar ideal untuk penghuninya...
Mari kita lihat bersama kelincahan kijang-kijang baru itu dan bagaimana kekuasaan kandang memilihnya...
Selamat datang ke kandang yang unik ini ;)

Minggu, 06 Januari 2008

1=0=kosong


Lingkaran putar ini menawarkan kesenangan, ketakutan, teriakan, pelepasan emosi.
Dalam lingkaran putar ini kesenangan dan histeria massal terbentuk.
Namun, masing-masing menyimpan kesan tersendiri.
Dalam lingkaran yang terus berputar semakin kencang dan melambat bergantian ini, sebenarnya masing-masing menikmati ekstasenya sendiri.
Sendirian.
Kosong...
Something is missing in here...
Hallo?

floating


Stabil. Diam. Tidak bergerak. Tembus pandang. Transparan. Ringkih. Terlindungi. Melayang berjarak dengan tanah. Terikat tali tipis hampir tak terlihat.....
Aku mengambang.
I'm floating!
Is it good or bad?

Prosesi Alam






MENIKMATI MATAHARI TERBIT DARI LEMBAH DIENG

Semburat merah mewarnai langit yang tengah mengganti selimut malamnya dengan jubah siang. Merah tidak bertahan sekadar semburat, tetapi membentuk garis di cakrawala timur. Pelan dan pasti sang surya hadir dengan anggun.

Titik putih mulai tampak di tengah horison. Menit berlalu menaikkannya menjauhi garis pandang awal. Semakin tinggi dan besar, titik putih dikelilingi sinar kuning kemerahan menciptakan pemandangan yang menakjubkan. Hingga kemudian wujud utuh matahari terlukis di angkasa pagi, terang dan berkilau.

Matahari terbit memang dapat dilihat dari berbagai tempat. Namun, tidak banyak yang menyediakan pandangan bebas untuk menikmati keindahan prosesi itu. Salah satunya adalah Gardu Pandang Tieng yang terletak di ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut. Gardu tersebut termasuk obyek dalam Kawasan Wisata Lembah Dieng, Kabupaten Wonosobo.

Dari gardu yang berdiri di Pegunungan Dieng ini, setelah matahari naik, pengunjung akan dapat melihat hamparan lahan pertanian yang tersusun rapi di lembah pegunungan. Permukiman penduduk dengan keteraturan yang menarik juga terpampang di bawah. Selain itu, kemegahan Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro di kejauhan tak kalah memesona.

"Kami sering ke sini untuk memotret matahari karena lansekapnya bagus," kata Handoko (50), yang pagi akhir Juli lalu itu datang bersama teman-temannya sesama anggota Perhimpunan Foto Amatir Magelang.

Ani (29) yang sudah beberapa tahun menjadi pemandu wisata di Kawasan Dieng juga mengakui, Gardu Pandang Tieng termasuk obyek favorit wisatawan mancanegara (wisman). "Dalam satu minggu saya bisa mengantarkan wisman ke tempat ini empat sampai lima kali, terutama saat musim kemarau. Paling sering adalah wisman dari Eropa," katanya.

Potensi gardu pandang untuk semakin menarik wisatawan ke Kawasan Dieng cukup besar. Sayangnya, belum ada fasilitas pendukung lain yang tersedia di lokasi. Saat ini, obyek tersebut hanya berupa bangunan panggung tempat pengunjung menikmati pemandangan dan lahan parkir.

Jadi, masih terkesan tempat perhentian selagi lewat menuju obyek wisata lainnya dan belum menjadi tujuan utama. Selain Gardu Pandang Tieng, terdapat sejumlah obyek wisata lain di Kawasan Dieng ini, baik yang terletak di lembah maupun di dataran tingginya. Di lembah Dieng ada Taman Rekreasi Kalianget, Agrowisata Tambi, Telaga Menjer, dan Air Terjun Sikarim. Sementara itu, kawasan dataran tinggi menawarkan Tuk Watukelir, Telaga Warna, Telaga Pengilon, Kompleks Goa Semar, Dieng Plateau Theater, dan Kompleks Candi. (dimuat di Kompas Jawa Tengah, 12 Agustus 2006)

Kemegahan Masa Lalu




JEJAK BELANDA DI BENTENG VAN DER WIJCK
Serombongan anak kecil berseragam olahraga biru berdesakan di pintu keluar Benteng Van Der Wijck, Sabtu (17/6). Bersama guru dan orangtuanya, rombongan anak TK Kusuma Indah, Aliyan, Kebumen, itu baru saja menikmati obyek wisata peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda ini.
"Kami ke sini acara perpisahan TK kelas besar. Anak-anak senang di sini karena banyak mainan selain melihat bentengnya," kata Martiyem (40), yang saat itu menemani anak perempuannya.
Sejak dibuka untuk umum akhir 2000, daya tarik benteng di Gombong, Kebumen, ini makin kuat. Sebelumnya, kompleks Benteng Van Der Wijck ditempati anggota TNI AD yang bertugas di Sekolah Calon Tamtama (Secata) A.
Ternyata suasana di dalam tidak jauh berbeda. Banyak anak kecil berkeliaran yang asyik dengan permainan. Ada yang menaiki kereta mini, bermain ayunan, atau sekadar duduk bersama teman dan orangtuanya. Ini terlihat di sepanjang jalan menuju bangunan benteng yang sekarang dilengkapi dengan berbagai permainan anak.
Namun, menurut Ny Joko yang menemani anaknya, Dinda (4,2), bersama rombongan Playgroup Aisyiah, Purbalingga, di lain sisi banyaknya permainan membuat pengunjung kurang fokus pada keberadaan benteng. Padahal benteng berusia 188 tahun itu penuh nilai sejarah. Lain halnya dengan Murdiyanto (43), pengajar SDN 3 Wirun, Kutoarjo, Purworejo, yang memilih obyek wisata ini bagi anak didiknya. Selain memperkenalkan sejarah bangsa, tempat tersebut juga mengenalkan jenis permainan yang bagi siswanya termasuk baru. Memang, keberadaan Benteng Van Der Wijck tetap harus menjadi fokus kunjungan. Pasalnya, nilai sejarah yang dimilikinya merupakan bahan pelajaran yang penting bagi semua anak bangsa.
Dari kejauhan, benteng berwarna merah bata ini tampak kokoh. Seluruh temboknya berbahan batu bata dengan tinggi 10 meter. Tebal dindingnya 1,4 meter, sementara tebal atap mencapai 2,6 meter yang dapat dilihat dengan menaiki kereta yang berkeliling di atas atap.
Menurut sejarah, benteng berlantai dua ini mulai digunakan semasa Perang Diponegoro dan menjadi benteng pertahanan terdepan di wilayah Kedu Selatan. Pada masa pendudukan Jepang, kompleks ini menjadi tempat latihan anggota PETA. Selain itu, juga pernah dijadikan Markas BKR.
Pengelola akan mengoptimalkan fungsi ruangan, misalnya pembuatan teater yang akan menayangkan film perjuangan dan perpustakaan. Pengunjung juga bisa berfoto di studio. Ini diharapkan mampu menarik pengunjung yang pada masa liburan bisa mencapai 10.000 pengunjung per minggu. (dimuat di Kompas Jawa Tengah, 24 Juni 2006-tidak termasuk foto-foto)

Selasa, 01 Januari 2008

"resolusi" taoen baroe

Tahun Baru.
Banyak orang bilang, "apa resolusi tahun barunya?"
Emang apa sih "resolusi"?
Perhatikan apa yang aku temuin di KBBI Edisi Ketiga,
re.so.lu.si/resolusi/n putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yg ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tt suatu hal: rapat akhirnya mengeluarkan suatu -- yg akan diajukan kpd pemerintah

Hmm...ternyata ga cukup tepat ma pengertian yang ada di kepala selama ini deh.

Apapun arti menurut kamus, secara umum ketika orang bilang resolusi tahun baru biasanya mengacu ma hasil perenungan tahun sebelumnya dan target di tahun yang akan datang.

Aku ga tlalu menganggap sepenting beribu orang mengenai tahun baru.
Tahun baru lebih bernilai magis.
Sebuah momen spesial di mana perhitungan kalender selama setahun berakhir dan diawali angka 1 untuk tahun berikutnya.

Tapi aku kembali mempertanyakan...
Semalem (31/12), dari beberapa jam hingga beberapa menit setelah tahun 2008 dimulai...ingar bingar ada di sekelilingku tapi bukan di kepalaku.
Gemuruh kembang api dibakar diiringi sorak sorai.
Bersamaan dengan itu televisi masih menggambarkan segala bencana yang ada di belahan lain selain yang berfoya.

Bukannya mo sok suci, hanya tercekik dengan ekstrimitas kita.

Lalu, di mana aku bisa merenung dan introspeksi.
Kalo mau, aku bisa...di kepalaku saja yang masih terlindungi dari ingar bingar di luar sana yang membahagiakan (sementara) mereka yang mencoba sedetik berfoya.

Selamat tahun baru
Semoga tawa, tangis, dan keringat yang mengiringi perjalanan tahun ini tidak lebih berat dari tahun lalu.

Semoga
Amin

Menjadi Wajib Pajak..aaaarrrggghhhh!!!

Dua hari sebelum hari pertama di tahun 2008.
Sebuah amplop coklat yang biasa digunakan untuk menyimpan kertas seukuran folio ada di atas kasur.
Di amplop itu tercetak dengan tinta hitam nama sebuah instansi penting di negara ini, sebagai pengirimnya.
Direktorat Jenderal Pajak..bla..bla...
Sementara, namaku benar tertulis di kolom penerima.
Tapi tunggu! di bawah namaku terketik sederet angka-15 digit.
Di bawahnya ada alamat yang kukenal.

Apa hubungan antara aku n Dirjen Pajak?
Hmm...apa mungkin ini ada hubungannya dengan langkah massal aku dan teman-teman di kantor yang mengumpulkan fotocopy KTP dan kartu karyawan yang katanya untuk mengurus NPWP alias nomor pokok wajib pajak.
Mungkin iya...(tapi setelah di kantor dan bertanya kanan-kiri, kok belum ada yang senasib denganku ya? Haloo?!)

Apa isinya?
Segepok kertas putih formulir yang harus diisi.
Bagaimana aku tahu kalau semua itu harus diisi?
Karena semua kolom yang tersedia masih kosong.
Karena segepok formulir itu disertai sebuah buku kuning yang mencolok.
Sebuah buku yang di sampul depannya tercetak dengan rapi...
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI)

(SPT 1770 beserta lampiran-lampirannya)

JAKARTA, EDISI TAHUN 2007

Huaaaaah....
Ternyata di awal tahun 2008, aku (secara personal) mulai dihitung oleh Pemerintah Republik Indonesia yang terhormat ini sebagai salah satu warga negara yang berkewajiban untuk berpartisipasi dalam pendanaan penyelenggaraan negara.
Hmm....di tengah segala karut marut dan sisa cabikan kepercayaanku pada kredibilitas pemerintah dalam menjaga dan mengelola TERUTAMA mengamankan uang rakyat (termasuk uangku berarti) dari aktivitas koruptor (internal maupun eksternal pemerintahan) aku ditagih untuk berpartisipasi mendanai negara tercinta.

Jadi teringat iklan layanan masyarakat yang gencar mengingatkan partisipasi warga negara untuk membayar pajaknya.
Mau fasilitasnya, tapi tidak mau membayar kewajiban pajaknya...."Apa Kata Duniaa?!"

heuheuhuihuahahahaha...

Apa kata dunia?
Bolehkah kita memilih pengelola pajak kita sendiri?
Bukannya aku tidak percaya pada pemerintah yang mengelola pajak kirimanku...
Tapi, aku memang susah percaya hi..hi..hi..

Di sisi lain, ada masalah krusial yang lebih penting untuk dijawab pertama.....
1. aku tidak mudeng bagaimana mengisi segepok formulir itu
2. aku sudah pusing duluan melihat ratusan kolom yang harus diisi
3. aku sudah.....pusing
4. kenapa administrasi negara ini begitu rumit? Bagaimana dengan dunia administrasi kewarganegaraan di negara lain?

Yeah, sepertinya harus diurai satu-satu.
Mungkin langkah pertama adalah mencoba berusaha keras membaca dan memahami isi dari buku kuning....huh! kerja keras...Semangaat!