Jumat, 12 Desember 2008

Ke Jakarta


“Ke Jakarta” kata-kata yang diikuti tanda panah ke arah barat itu terpampang jelas di atas peron 1 di Stasiun Tawang.

Ke Jakarta adalah tujuan yang biasa aku awali dari stasiun terbesar di Kota Semarang ini. Dua hari kemudian atau seminggu kemudian atau sebulan kemudian atau dua bulan kemudian perjalanan balik kembali diakhiri di stasiun ini.

Ke Jakarta selama ini sekadar tempat yang mengundangku untuk sementara waktu. Tempat belajar, bertemu dan nongkrong dengan teman-teman, serta menikmati kemacetan dan keruwetan Ibu Kota. Menikmati? Yup. Karena selama ini aku tahu persis bahwa kenyamanan Semarang sebagai kota tempatku berproses selama ini masih menunggu.

Tapi, tampaknya pola akan berubah. ”Ke” Jakarta berubah menjadi ”di” Jakarta. Segala hiruk pikuk kota terbesar di negeri ini insyaAllah akan menjadi keseharianku.

Tinggal menghabiskan kalender tahun ini. Menyiapkan diri dengan hal-hal baru sekaligus melihat dan merasakan Semarang—kota yang 28 tahun mengajariku banyak hal—dengan cara yang berbeda.

Dengan menyebut namaMu

Rabu, 26 November 2008

Cermin terang


Tubuhnya ramping. Tingginya tidak lebih dari aku. Rambutnya yang ikal dipotong sebahu. Dilihat dari pakaian yang dikenakannya siang itu, perempuan itu termasuk orang yang memerhatikan penampilan. Celana kain panjang warna coklat gelap dipadu dengan blus lengan panjang bermotif bunga-bunga besar berwarna senada. Di luarnya, jaket coklat berbahan kain sampai setengah paha menutup tubuh. Alas kaki yang tak bersuara saat melangkah melengkapi penampilannya.
Aku memilih duduk di sebelahnya karena kursi lainnya masih kosong. Mengantri menjadi kegiatan kami bersama siang itu. Kami berdua duduk di deretan kursi yang saling bersambung menempel di tembok. Sudut lorong itu masih sepi. Pintu-pintu ruang di depan dan samping kami tertutup. Hanya tembok berwarna hijau telur asin dan lampu di langit-langit serta kesejukan buatan yang menemani.
Ternyata, perempuan itu sedang menunggu giliran konsultasi dengan dokter yang berbeda denganku. ”Saya itu akhir-akhir ini gampang sakit. Trus sama dokternya kok malah dirujuk ke sini, ke psikiater,” katanya.
Perempuan yang aku taksir berumur sekitar 60-an tahun ini kemudian berkisah. Dia masih tidak habis pikir rujukan dokternya agar dia berkonsultasi ke psikiater. Tak yakin kalau penyebabnya adalah kematian suaminya dua tahun lalu. Menurutnya, akhir-akhir ini dia merasa tidak memikirkan hal itu. Jadi, apa hubungannya dengan penurunan kesehatannya.
”Ya mungkin secara nggak sadar masih dipikir dan ternyata membawa pengaruh ke kesehatan kita, Bu,” kataku mencoba menanggapi. Tanggapan yang seperti menempatkan cermin di muka sendiri.
Kehilangan orang terdekat memberi pengaruh dahsyat. Khas bagi setiap orang sekaligus sama bagi semua orang. Sudah hampir sepuluh tahun lalu ibuku pergi. Saat dia bersiap pergi, saat dia pergi, sesaat setelah dia pergi, bahkan lama setelah dia pergi ada rasa yang sama. Yang paling terasa sesaat setelahnya adalah tidak ada siapa pun berdiri di belakangku saat aku menengok. Posisi itu kosong. Hal lain yang membekas kuat adalah cara pandang yang berbeda tentang kematian. Menjadi lebih nyata. Terasa lebih dekat.

Hanya sekitar seperempat jam perempuan senja itu masuk ke ruangan di depanku itu. Saat dia keluar, senyum ramah masih sempat dia kembangkan untukku yang masih menunggu dokter datang. Langkahnya ringan dan sigap. Tampaknya bukan perempuan yang lemah. Tapi, sepertinya rasa yang dipendam itu masih belum tenang tersimpan di dalam.

Rabu, 19 November 2008

Evribadi lov statistik (?)

Abis rapat sore balik ke meja, ada pesan di monitor yang bernada ”memaksa” dari cah mumet di batavia heuheuheu...

BUZZ!!!
lawni: njaluk tulung kiiii
lawni: 2005 2006 2007
40 51 58
tahun 2008 brapa?
lawni: buneeee
lawni: tolong
lawni: aku kan guoblog masalah statistik
lawni: buneeeeeee T_T
sugie: sssttttt
sugie: bengok bengok
sugie: bar rapsor ni
sugie: aku buka xls sik
BUZZ!!!

Hmm....untung dia nanya itung-itungan statistik ma aku sekarang. Coba nanya lima tahun lalu ato sepuluh taun lalu pas setelah ngikutin mata kuliah dasar statistik...pasti jawabnya: GA MUDENG!
Itung-itungan emang kek barang bernoda yang aku jauhin n ga aku suka banget waktu sekolah, kecuali itungan duit lho ya. Makanya pas SMA milih jurusan IPS heuheuheu.
Sekarang, meski ga pinter-pinter juga sih, setidaknya lebih paham n lebih menyukai yang namanya statistik.
La gimana nggak? La wong makanan saban harinya kek gitu sekarang.
La kok dulu milih gawean ini? Apalagi di lowongan kan udah tertulis: dicari staf litbang? La dulu kirain ga ngurusin itung-itungan banget secara staf litbangnya kan buat media massa (o’on banget ga sih).
Hasilnya, sebulan pertama masuk kerja di kantor palmerah kerjaan utamanya adalah ngentri data angka sampe belenger. Tapi, ternyata jadi lebih kebal ma angka-angka. Emang bener sih kata orang, tak kenal maka tak sayang (untung ga sebaliknya efeknya bisa didepak dari kerjaan).
Hampir lima tahun ini jadi intim banget tuh ma statistik. Yang dicari-cari, yang diliat-liat, yang dikulik-kulik....ya buku-kertas lembaran-file angka-angka. Kita ”terpaksa” belajar jadi bisa. Kek nasib lawni juga sekarang yang mo ga mo kudu blajar itung-itungan secara kerjaannya jualan minyak (kalo ga mo didepak hihihihi).

Makan tuh statistik!......Mana-mana? heuheuheu

Obat Mendung

Terkadang suasana hati selaras dengan suasana alam.

Semalam perjalanan pulang menghabiskan waktu dua kali lipat dari biasanya. Hujan yang kembali mengguyur mulai jam setengah sepuluh menghambat niatku pulang. Bepergian dalam keadaan hujan di Kota Semarang tidak hanya memikirkan basahnya tubuh, tapi terutama jalur mana yang bebas banjir. Alhasil, selain lambatnya laju motor karena lebih berhati-hati, perjalanan lebih panjang karena terpaksa mencari jalur yang aman. Sesampai di rumah, badan yang sudah letih seharian terasa bertambah letih.

Pagi tadi bangun dengan rasa pegal-pegal tersisa. Otot di pundak kanan terasa menjadi pusatnya. Malas beranjak menjadi selimut. Sebelum setengah sepuluh—lagi-lagi—hujan turun. Keramaian ibu-ibu tetangga yang sedang asyik berbelanja di depan rumahku langsung menyebar. Di dalam rumah, ritualku bersiap ke kantor terasa lambat.
Mendung masih tersisa setelah hujan. “Aah...aku akan ditemani mendung lagi hari ini,” batinku. Suasana hatiku pun sedang mendung. Perdebatan yang menyisakan ketidakenakan karena perbedaan persepsi antara dua kepala-dua hati barusan terjadi. Pas benar.
Ketika sedang menyiapkan dan memanasi motor, tiba-tiba ada suara seseorang menyanyikan lagu yang aku kenal. Aah, seorang pengamen di hari yang mendung. Tunggu dulu, lagu ini kan lagu yang aku suka. Dan, bibirku otomatis tersenyum sendiri....

Saben wayah lingsir wengi
Mripat iki ora biso turu
Tansah kelingan sliramu
Wong ayu kang dadi pepujanku

Bingung rasane atiku
Arep sambat nanging karo sopo
Nyatane ora kuwowo
Nyesake atiku sansoyo nelongso

Wis tak lali-lali
Malah sansoyo kelingan
Nganti tekan mbesok kapan nggonku
mendem ora biso turu

Si bapak pengamen mengakhiri lagunya. Padahal, bait yang paling aku tunggu belum dinyanyikannya. Tampaknya dia tahu aku sengaja mengulur-ulur waktu pemberian honor. Sambil memberikan honornya aku bilang,”Lho kok sampun mandek, Pak?”.
Sambil bersenandung aku teruskan lagu itu sebisaku. Maturnuwun sudah membuat mood-ku kembali.

Opo iki sing jenenge
Wong kang lagi ke taman asmoro
Prasasat ra biso lali
esuk awan bengi tansah mbedo ati

(Lagu Campursari Ketaman Asmara oleh Didi Kempot)

Jumat, 14 November 2008

Kuliner Bandungan: Dari Tahu sampai Kelinci




















Salah satu weekend. Salah satu hotel. Salah satu kawasan berhawa dingin. Waktu dan tempat favorit kantor ngadain rapat kerja (huhuhuhu "kerja" + "weekend"=ga banget deh). Tapi, motivasi emang kudu dipompa sendiri. Jadi, raker akhir taun kali ini bermotivasi utama ketemu ma temen-temen, baik yang tugas di berbagai pelosok Jateng maupun temen-temen dari biro tetangga (hmm....Jateng+Jogja emang susah dipisah ya. asyiiik!).
Seharian mendengarkan doktrinasi-evaluasi, ngomongin agenda+ketawa ketiwi+ngemil. Udah cukup. Sorenya, kita (kelompok litbang) abis diskusi sendiri mutusin melanjutkan merapatkan perut di luar hotel. Otomatis....yang kudu dicari di Kawasan Bandungan adalah tahu serasi. Selain itu sebenernya ada yang khas ditemukan di kawasan dingin di Kabupaten Semarang ini, yaitu susu kedelai.
Ga perlu berjalan terlalu jauh dari hotel, kita masuk ke sebuah warung lesehan yang ada di pinggir jalan. Apa yang dipesan? Yo mesthi harus tahu serasi lah... Karena kita berombongan dan sebenernya (hanya) ingin "ngemil" jadi kita pesen makanan tanpa nasi. Ada tahu serasi goreng, tahu balado, dan sate kelinci (maapin aku ya sodara kelinci). Oya, trus karena ada menu khusus bertajuk "jus tahu" jadi kita coba pesen 1 sementara lainnya pesen minuman yang lebih bisa dibayangkan jaminan rasanya, yakni wedang jahe gula aren n teh panas.
Setelah menghabiskan satu plastik cukup besar keripik bayam, akhirnya makanan dan minuman diantar. Wedang jahe gula arennya pas di badan. Hangatnya minuman ga hanya terasa di mulut dan tenggorokan, tapi juga sampai di pencernaan dan tubuh. Pas banget buat ngadepin udara dingin. Kalau teh panasnya mah sensasinya biasa aja sih kek kalo kita minum di kantor hehehehe. Gimana dengan jus tahu? Tahu kok di-jus? Rasanya....bayangin sendiri deh kalo tahu ditambah air gula n es n sirup merah trus di-jus..rasanya ya "aneh" heuheueheuheu.
Sekarang ngomongin makanannya. Camilan datang disajikan di atas cobek tanah yang dilapisi daun. Hanya tahu gorengnya aja yang disajikan pakai piring biasa. Pertama, tahu goreng serasi. Tahu ini rasanya lebih lembut n kenyal dari tahu biasa. Cara makannya bisa dicocol di kecap atau sambil nggigit cabe rawit. Yang kedua, kita nyoba menu olahan tahu namanya tahu balado. Kalo buat aku sih menu ini paling mantap daripada yang lain. Tahu dibumbu n dioseng sama sambel. Jadi rasanya lebih tajam n tahunya lebih kerasa lembutnya. Apalagi pedesnya mantap, bo! Menu terakhir adalah sate kelinci. Emang sih sempet agak gimana gitu kebayang yang di-sate bukan ayam ato kambing tapi hewan imut yang bernama kelinci. Tapi ya gimana ya. Perjalanan kuliner sayang dilewatkan n dikalahkan ma peri kehewan-imutan kek gitu. Jadi ya, mari dilahap. Hap...satu tusuk sate (dagingnya aja ya) masuk ke mulut-perut...hehehehe...enak lho ;)
Jadilah semua hidangan di meja berpindah ke perut kami dalam waktu yang tidak terlalu lama. Acara ngemil yang menyenangkan yaa... Tapi, kudu diakhiri karena kami kudu balik ke hotel. Ada acara yang sudah menunggu...makan malam (heuheuheu...ga kenyang tuh perut?). N ternyata setelah rapat malamnya, pas yang lain lagi acara hiburan, aku - bim balik lagi ke warung yang tadi sore kita datengin berlima. Bedanya, kali ini ngajak wer. Bim sih ngulang pesen sate kelinci yang baginya sungguh enak. Aku nyoba menu tahu gejrot-nya (bener ga ya namanya?). Hehehehe...kita kan cuman pingin memastikan kalo menu2 di situ enak semua.

Selasa, 11 November 2008

Klangenan


Kotak berukuran 1 cm x 1,25 cm itu sudah bertahun-tahun tidak aku sentuh. Percuma saja menyentuhnya karena kotak kecil berwarna kuning itu sudah tidak berfungsi sekian lama.
Tapi, pagi itu lain. Aku tahu bakal ada hal berbeda yang terjadi. Sesuatu yang selama ini hanya sebatas harapan bercampur kecewa yang muncul saat letih dan jengkel memuncak akibat kegagalan.
Pagi itu, jariku menyentuhnya dan menekannya pelan. ”Jreeeeeeng......”, suara mesin terpicu keluar. Suara yang ternyata sudah lama tersimpan di pojokan memoriku. Tak heran kalau ada rasa yang berbeda saat mendengarnya. Rasanya ingin teriak, ”Hoooi...double starter motorku hidup lagi!!!!”.
Sepeda motor kesayanganku itu keluaran tahun 1998. Jadi, sudah 10 tahun menemaniku. Mereknya Kawasaki tipe Kaze bersilinder 110. Warnanya yang hitam membuatnya tambah ganteng. Stripping-nya yang bernuansa hijau pernah sempat pingin aku hilangkan, maksudnya biar hitam polos tapi kala itu dilarang mami. Entah apa alasannya, yang jelas sampai sekarang masih menempel manis.
Baru beberapa hari yang lalu si Kaze—begitu aku memanggilnya—masuk bengkel untuk dipoles. Seharian dia di sana. Hasilnya, selain double starter yang bisa kembali hidup, si Kaze dapat suara klakson baru yang lebih garang dari sebelumnya. Hehehe..sebelumnya hanya bersuara ”tiiiit”. Kedua mata-nya pun dapat lampu-lampu baru, tapi sayang perlu diganti lagi ke yang lebih terang. Yang seru, lampu sein kanan-kiri sekarang bisa berkedip dengan genit lagi setelah bertahun-tahun hanya melotot kalau mau belok. Akar semuanya ya aki baru hihihihihi.....
Pelek ban belakang termasuk ruji-nya juga baru. Ini memang harus diganti karena peleknya sobek di beberapa bagian karena karat yang beberapa kali ikut menyobek ban dalam. Kampas rem belakang juga ikut diganti termasuk kampas rem depan—untung perminyakan rem cakramnya nggak ikutan error. Selama ini rem depan-belakang memang tidak bisa aku andalkan, terpaksa main gigi juga.
Sebenarnya baru setahun terakhir si Kaze sedikit demi sedikit aku poles. Awal tahun, karena polisi di sini semakin galak kalau melihat spion yang nggak lengkap, jadi aku lengkapi spion kirinya. Dan karena thothok kepala rusak akibat jatuh bangun beberapa tahun sebelumnya dan membuat pemasangan spion kiri susah dilakukan, maka bagian itu pun diganti baru. Jadi mulus kepalanya meski aku harus kehilangan stiker kesayangan yang menempel di situ.
Si Kaze memang sudah lama sekali dalam kondisi babak belur. Teringat hari pertama aku pakai sepuluh tahun yang lalu. Pagi hari berangkat sekolah. Kelas tiga SMA saat itu. Dengan asyiknya melaju. Tapi, karena belum terbiasa dan luwes pagi itu aku jatuh glangsuran di aspal yang berair setelah hujan. Rok abu-abuku basah dan masih basah waktu mengerjakan soal ulangan beberapa menit setelahnya.
Tidak hanya itu, beberapa jatuh bangun terjadi pada tahun-tahun pertama itu. Yang paling parah seingatku—semoga tidak pernah lagi—di Jalan Kaligawe depan Terminal Terboyo. Aku memacunya setelah lampu lalu lintas berwarna hijau. Tiba-tiba ada perempuan menyeberang dan aku mencoba menghindar, tapi motor di belakangku terasa menyundul si Kaze. Sepersekian detik aku tahu bakal jatuh. Waktu jatuh pun aku masih bisa melihat aspal hanya berjarak beberapa senti di depan mukaku. Luka di kaki dan wajah. Alhamdulillah. Si Kaze yang baru berusia sekitar setahun babak belur lagi. Hehehehe...maaf ya.
Baru sekarang aku benar-benar berniat mengembalikan fungsinya. Sempat beberapa kali terpikir menjual si Kaze, tapi alasan sentimentil menggelayut. Selain itu, ketangguhan mesinnya masih diakui banyak orang. So, di sinilah kami. Masih saling menemani. Jadi teringat sepeda ganteng yang aku miliki semasa SD. Sepeda keren dengan gir susun yang bisa membuat rantai berpindah-pindah sesuai kecepatan yang kita inginkan. Mirip dengan si Kaze, sepeda itu pun relatif berat dan enak untuk ngebut. I love to ride ’n feel the wind.....with 'd Kaze (hehehe).

Kamis, 30 Oktober 2008

10 facts bout me

10 Tentangku
(akhirnya kegarap juga PR dari mizz nanik)

1. Ga tahan kedinginan
Paling males kalo kudu tidur dalam keadaan methithilen ato kedinginan yang amat sangat. Pernah ada acara di pegunungan pas malemnya dingiin. Akibatnya, posisi tidurnya kaku karena njaga badan anget jadinya bangun ya pegel-pegel. Paling dahsyat, seingatku, pas kecil liburan ma sepupu-sepupu di rumah sodara di Grabag, Magelang. Hanya berapa jam sesiang aja badan terasa bebas bergerak sisanya kedinginan! Waktu tidur bagaikan siksaan. Yang dahsyat terakhir pas ikut WHY n KUM ke Merapi lewat Selo, Boyolali, beberapa bulan pra letusan. Ceritanya tidur di rumah warga di lereng gunung. Awalnya ngelingker di kursi ruang tamu tapi karna ga tahan dinginnya akhirnya masuk mobil mpe terang hari. Maklum cah pantura-Semarang.
2. Makan enak=krupuk/pedas/gorengan
Aku suka makan apapun. Tapi, akan terasa jauh lebih nikmat kalo rasanya pedas trus ada yang bersuara kriuk-kriuk ketika dimakan, ditambah gorengan yang gurih nikmat. Yummy banget deh pokoknya.
3. Punya ombak di telinga
Pastinya lupa sejak kapan aku punya ombak di telinga. Mungkin sekali mulai akhir 1999 ketika kehilangan mendalam bikin aku nangis dengan amat sangat seriusnya. Biasanya suara bergemuruh yang berdenyut lemah dan kencang bergantian itu muncul kalo aku lagi—sadar ato ga sadar—sedih, tertekan, ato stres. Kalo lagi kenceng aku mpe susah konsentrasi menangkap suara dari luar diriku. Hehehehe...kek serius banget ya.
4. Endut
Seingatku dari kecil tubuhku selalu ada di bentuk yang cubi-cubi. Makanya, di satu masa ada aja yang manggil aku (dengan sayang tentunya)...”Genduuut”. Pas lingkungan rumah yang dulu (2 rumah sebelum yang ini) ada tetangga yang kalo lewat rumah hampir selalu memanggilku dengan sayang. Maklum penggemar..uuuh. mpe sekarang kalo sms juga masih ding. Temen deket di kantor juga hobi manggil gitu.
5. Masa kecil menyenangkan
Banyak sekali hal seru yang aku alami semasa kecil. Berkebun: macem-macem sayuran, macem-macem buah, empon-empon, macem-macem bunga. Bersawah: padi. Beternak: macem-macem ikan di blumbang (empang), ayam. Bermain: panjat macem-macem pohon, ngusirin burung yang mo makan padi, numbuk padi, mainan mercon bumbung (dari bambu). Punya geng semasa SD namanya nikipiruri-singkatan dari lima nama anggotanya yang suka belajar n bersepeda n bermain bareng. What a treasure..
6. Kurang telaten ngrawat diri
Kecantikan n kesehatan tubuh butuh perawatan rutin dan terus-menerus. I know that! Tapi susyaaah. Pernah lagi sadar kalo tubuh berhak olahraga, mutusin ikut senam aerobik. Persiapan: beli sepatu olahraga n celana senam. Terdaftarlah aku di kelas senam dekat rumah. Jadwalnya seminggu dua kali n karena sore-malam aku masih di kantor jadinya ambil jam pagi hari. Ya, sempat jalan 3 bulanan kali ya (dengan banyak absen). Trus, sekitar setengah tahun lalu gabung juga di pusat perawatan wajah dan kulit terkenal berbiaya cukup mahal. Beberapa kali perawatan n beli krimnya. Sebelum tidur wajah dibersihin trus dikasih krim malam, kalo pagi pake krim harian yang ada tabir suryanya. Itu perawatan minimalnya. Sekitar dua bulan ini ga balik lagi hehehe..baliknya make kosmetika pasaran yang di jual bebas. Lebih praktis n murah!
7. Barusan merit
Alhamdulillah mei kemarin udah merit. Ma lelaki yang bertahun-tahun sebelumnya aku yakin kalo aku ingin menua bersamanya. Ciyeee...sok romantis bangetz.
8. Suka banget wisata kuliner
Di setiap tempat yang didatengi, terutama new place, kepikirnya makanan khas apa yang harus aku coba di sini. Paling favorit ma nasi megono Pekalongan, tahu kupat-nya Magelang, n sroto Purwokerto. Ehm, kangen juga sih ma lentog-nya kudus n mi ongklok Wonosobo. Trus..trus..sate Ambal Kebumen, wedang ronde Salatiga, n (hihihihi ini khas ga ya?) sawarma Kottabarat Solo…Pokoke maknyuus pemirso!
9. Mood-nya bergelombang
Kadang naik, kadang turun. Kadang malah naik-turun secepat kilat. Kalo lagi bete paling ga bisa dibikin senyum n kadang panasnya bikin yang lain ikut keselomot. Kalo lagi good mood, bisa ngoceh terus n cengar cengir sambil ngemil. Paling bete kalo dibohongin, rencananya dikacoin ma orang, ato lagi banyak pikiran.
10. Belum keluar dari kota kelahiran
Mpe umur sekarang ini belum juga keluar dari Semarang tercinta. Perjalanan ke luar kota sih sering, cuma maksudnya stay in long term di kota lain belum pernah. Lahir n besar di Semarang. Sekolah dari TK mpe kuliah di sini juga, sempet coba daftar alternatif kuliah di Jogja tapi ternyata UMPTN ketrima yang di Semarang. Kerja mpe sekarang masih ditugasin di biro Semarang, padahal perusahaan nasional. Wait for the right moment i think.

Ok, karena ini PR berantai jadi sepuluh teman yang masuk daftarku untuk lanjutin garap ini ada a’adumas, cerita novi, duniaBAH, fhyta, matahari, nice riri, si kukum, antonili, eri owe, suwarna.

Aturan Mainnya nih jangan lupa:
1. Each blogger must post these rules
2. Each blogger starts with ten random facts/habits about themselves
3. Bloggers that are tagged need to write on their own blog about their ten things and post these rules. At the end of your blog, you need to choose ten people to get tagged and list their names.
4. Don’t forget to leave them a comment telling them they’ve been tagged and to read your blog

Senin, 27 Oktober 2008

Awas Copet!!!



Sapa coba yang ga kaget dapat note kek gitu? Tapi, gara-gara note itu kita jadi punya jawaban beberapa pertanyaan yang sempet muncul di kepala ngliat hal-hal kecil yang terjadi sebelumnya.

Misalnya, pertanyaan kenapa sih kondektur bis yang tinggi besar n sekilas cukup preman itu selalu melihat ke arah tempat duduk kami (meski ga secara langsung ngliat ke aku n de) setiap kali dia mondar-mandir di dalam bus. What's wrong with us?

Ato pertanyaan seperti kenapa sih orang yang duduk di belakangku (aku duduk di sebelah kanan deket jendela) terus-terusan usreg (bahasa Indonesianya apa ya? mungkin gak tenang-gerak-gerak terus). sampai ada saat dimana dia ribet merogoh-rogoh sesuatu seperti ada barangnya yang jatuh. Aku sempet berpikir penumpang di belakangku itu copet n lalu berbagi kewaspadaan ma de. Tapi penumpang itu kemudian tenang setelah sebelahnya pindah ke kursi di depan kami yang baru saja ditinggalkan dua anak muda yang turun Salatiga. Aku pikir dia jadi "diam" karena tempat duduk yang ditinggalkan sebelahnya tadi kemudian diisi sang kondektur. Aku pikir dia jadi "takut" karena dijejeri kondektur.

Tapi, setelah kondektur yang duduk di belakang kami tadi akhirnya memberikan secarik kertas peringatan tadi ke de, kami jadi paham ternyata si trouble maker adalah penumpang yang sekarang duduk di depan kami.

Akhirnya setengah perjalanan dari Semarang ke Solo malam itu kami habiskan dengan mengamati si copet. Seorang bapak yang umurnya sekitar 40 tahunan, berbadan besar dan tinggi, berkulit gelap, memakai celana kain bersaku banyak dan sabuk besar-seperti bawahan satpam. Kami terus memerhatikan si bapak yang sempet "diam" kek tidur, meregangkan badan, celingak celinguk, lalu pindah ke bangku di depan yang udah kosong sedikitnya 2 kali.

Mendekati Kerten, kami bersiap turun. Urutan turun pun udah diatur. De di depan karena dia bawa barang n dompet di celananya, kamera n dompet kami cek sekali lagi. Sementara itu, posisi si bapak tegak di kursinya yang ada di pinggir setengah condong ke jalan tengah bis. Posisi waspada...duh, gimana nih? Tengok kanan kiri belakang depan ternyata kondektur yang baik tadi ada di pintu belakang. Ok, akhirnya kita ke belakang.

Di belakang kita jadi bisa ngobrol n terutama berterimakasih ma pak kondektur tadi. Ternyata sejak awal perjalanan kondektur sudah waspada ma si bapak yang katanya udah beberapa kali ikut bisnya tapi blm sekali pun berhasil. Katanya lagi, sebenernya si copet sedang tidak "bertugas" tapi hanya iseng "nyari" hehehehe. n katanya juga kita udah jadi sasaran si bapak (iih...serem! btw, kita kliatan berharta ya?). Menurut kondektur itu, si copet sendirian (padahal aku sempet curiga ma beberapa orang lain karena kepikirnya mereka komplotan, hihihi sok tau banget). Seru banget deh perjalanan kali itu (apalagi karena kami ga jadi kecopetan...Alhamdulillah!!!).

Tips Waspada Copet di Bis Antarkota (menurut kondektur yang baik):

1. Waspadai orang-orang yang "ga tenang" posisinya.

2. Waspadai orang yang biasanya terlihat celingak-celinguk.

3. Waspadai orang yang beberapa kali berpindah tempat duduk.

4. Jaga n tempatkan barang-barang berharga di posisi paling aman.

Jumat, 17 Oktober 2008

Dangerous game



Framing cantik ini aku dapet pas naik becak Lebaran lalu. Perjalanan balik ke rumah mbah setelah muter2 di benteng van der Wijck, Gombong. Tentu saja, bersama de (iih..."tentu saja" yang ga penting). Jadi, frame ini ada di sebelah kiri lengan kiri becak.

Frame bisa diartiin sebagai kerangka pandang. Semacem batasan kita memandang biar lebih fokus ngliat segala sesuatu yang ada di dalam kerangka yang udah dibentuk tadi. Kalo di foto ini berarti prioritas pandangan adalah jalan, pohon-pohon, dan langit yang ada di dalam frame berbentuk bintang itu.

Tapi pertanyaannya..kalo misalnya frame udah ditentuin, gimana dengan pagar, pohon, jalan, tanah, langit, yang ada di luar frame?

Apa harus dianggap sebagai outsider (serta merta) ato kasarnya "dibuang"? Jadi kek pas kita nge-cropping foto, objek foto yang ga masuk garis crop pasti langsung terbuang saat tombol "enter" kita tekan.

Lalu teringat. Mainan anak-anak dari kayu yang berbau pendidikan. Mainan yang ngajari anak-anak mengenai dimensi bentuk. Yang pernah aku liat bentuknya kotak dari triplek lalu di tutupnya ada beberapa lubang yang berbentuk macam-macam. Ada yang segi empat, kubus, segitiga, bulat, dan bintang-seperti frame tadi. Cara mainnya, kita masukkan kayu-kayu kecil berbagai bentuk ke masing-masing lubang disesuaikan dengan frame lubangnya. Kayu berbentuk bintang dimasukkan ke lubang ber-frame bintang, misalnya.

Hmm, gimana kalo masih ada kayu-kayu lain yang ternyata bentuknya tidak fit dengan lubang frame yang ada?

Apa brarti langsung terbuang juga seperti objek foto yang ga masuk cropping-an tadi?

Yang jelas, bagi kayu-kayu yang pandai mereka akan bersiasat bagaimana caranya mereka tetap berguna untuk dirinya sendiri, meskipun tak bisa lagi berguna untuk permainan "hanya kayu yang sesuai frame bisa masuk". Survival game begins (sudah dikoreksi sesuai petunjuk matahari hehehe), my friends...so, don't be a loser;)

Senin, 29 September 2008

LiBuRAN LeBaRAN

Pertanyaannya:

Menurut Anda, kapan waktu liburan yang paling Anda sukai?
1. Liburan saat orang lain pada sibuk dengan rutinitasnya
2. Liburan bareng orang lain yang juga lagi pada libur semua
77. Tidak tahu
88. Tidak jawab

Jawaban:
Biasanya aku milih yang no 1, karena biasanya dapatnya juga kek gitu n emang lebih ngerasa bebas dalam liburnya kala yang lain lagi berpusing dengan rutinitas.
Tapi, kalo yang lain udah menikmati libur LEBARAN sementara aku masih ngurusin gawean n ngelakuin rutinitas ma temen2 di kantor.....kok jadi pingin no 2 ya ;(

Heuheuheuheu....idup LiBuRAN...eh, LeBaRAN ding!

Numpang:
Minta maap lair-batin sedalam-dalamnya n seluas-luasnya pada teman2 tersayang ;)

Selasa, 09 September 2008

Bandung (4): Bahasa Sunda teh.. riweh!



Selama ini kemampuan ragam bahasaku lumayan banyak. Ehm...bahasa Indonesia pastinya, bahasa Jawa alus, bahasa Jawa ngoko, bahasa Jawa campuran Indonesia, bahasa Indonesia campuran Jawa, n bahasa Inggris sethithik. Dari semuanya aku spesialis bahasa Jawa n Indonesia Semarangan hehehe....mantap tenan ’ik. Tapi ternyata dengan modal bejibun kek gt belum menjaminku bebas dari lost in translation.

Tatar Sunda menjadi pengujinya. Pas dateng ke Bandung kemarin emang langsung kerasa hawa Sunda-nya ketika duduk di Stasiun ada dua cewek yang ngecipris berbahasa Sunda. Tapi pas ketemu indah n nanik di kosan langsung deh lidah kembali lincah n telinga menemukan kosakata-kosakata familiar, Djowo bangget! Di kantor juga gitu. Ya ga bisa disalahkan karena sebagian besar berisi orang-orang Djowo juga. Kalopun ke luar kantor, Bandung pun kurang kental aura bahasa Sunda-nya secara banyak pendatang hilir mudik di situ. Paling tersisa kosakata bahasa Sunda yang populer disertai logat n aksen yang meliukkan ke-Sunda-annya.

Aku bener-bener speechless pas jalan ke Tasikmalaya-Ciamis-Banjar. Biasanya di angkot tuh. Orang-orang pada ngobrol dengan serunya tanpa aku mudeng. Boro-boro sampai level memahami, menangkap kosakata yang diucapkan aja susah bangeet. Buat telingaku, orang Sunda yang berbahasa Sunda itu kalo ngomong cepet banget. Selain itu, pengucapannya tipis...ga setebal bahasa Djowo yang lumayan penuh dengan kosakata n aksen tebal. ”La, mbok ojo ngono tho yo...”, ini yang Djowo. Beda dengan, ”ini teh susu..”, bisanya ngutip iklan yang pake aksen bahasa Sunda heuheueheu..

Ada beberapa kosakata yang masih nyantol di kepalaku dengan caranya masing-masing. Semisal, kata calik. Kata ini pertama aku denger pas ikut indah ke Dinas Kesehatan. Meraba-raba artinya dengan menyesuaikan bahasa tubuh yang mengikuti. Waktu itu si pelontar kata sambil mengarahkan mata dan tangannya ke kursi. Oooo...jadi artinya ”duduk”
Lain lagi dengan kata payun. Sering banget denger pas naik angkot. Sempet ngira artinya ”Pak” karena pas mo turun ada ibu-ibu yang bilang ”payun, nuhun”, kirain maksudnya ”Pak, makasih”. Hehehe...ternyata artinya ”depan”. Yang paling sering dipake ”payun, kiri” artinya ”depan, kiri”. De yang fasih berbahasa Sunda bilang, kebalikan payun itu pengker, artinya ”belakang”.

Ga cuman kosakata nih. Pronounciation alias pengejaannya juga rada-rada ga biasa. Pernah pas nanya ejaan nama ”Arifin” jadinya macet di ”f”. Aku nanya pake ”ef” ato ”pe”. Eeeh, si bapak bilang, ”pake ep...ep...”. Hanya ada di sini nih ejaan ”ep” hihihihihi. Menarik sekali emang....ribet tapi.

Rabu, 27 Agustus 2008

penuh eui..

21.24
rasanya kepala ini kok penuh banget ya
udah pingin cabs dari depan kompi n mluncur pulang

21.39
lumayan abis di ajak ngobrol ma temen soal hal lain di luar kerjaan. pulang ah

21.40
datanya jadinya juga kliatan penuh di space-nya. mbuhlah, kan tadi aku udah kasih alternatif pelonggarnya

21.41
pulang beneran ah

Senin, 25 Agustus 2008

Bandung (3): Namaku cowok banget ya?


Namanya kalo orang denger sesuatu berkali-kali lama-lama juga bakalan kebal.
Emang sih pada akhirnya aku kebal, cuman tetep aja tanya itu ada. Emang namaku itu punya cowok doang?
Tapi keknya emang gitu sih ya (hmm...pasrah). Soalnya itulah respon n referensi awal orang asing soal namaku.

Paling seringnya di nota atau kuitansi. Beberapa kali ditulis ma yang bikin tu bukti pembayaran namaku dengan atribut “BP” atau “BPK” (=bapak) atau juga “MR” (=mister=panggilan bapak juga dalam bahasa inggris, tau kan?).

Hal itu terulang lagi pas mo perjalanan dari Bandung ke Tasikmalaya. Sehari sebelumnya aku pesen satu kursi di travel lewat telepon. Aku lupa apa aku nyebutin pemesanan atas nama empat huruf pertama namaku ato namaku secara utuh. Soalnya “kecelakaan salah nyebut” ini paling sering kalo aku nyebut empat huruf pertama namaku (s, u, g, dan i). Kalo nama utuhku kan huruf paling belakangnya ada huruf “i” yang biasanya untuk mengidentifikasikan jenis kelamin pemilik nama. Misalnya, untuk nama “Susanto” orang pasti langsung dengan pede-nya menyebut jenis kelamin sang pemilik nama seorang lelaki. Sisi lain, kalo namanya “Susanti” mengacunya ke jenis kelamin perempuan. Jadi kalo merujuk dari “kebiasaan” n “budaya” ini nama utuhku sudah menunjukkan kalo jenis kelaminku perempuan. Tapi pernah ada yang kebangetan, kalo ga salah inget di salah satu nota pembayaran hotel yang tetep kasih “MR” di depan nama utuhku yang berakhiran “i”.

Liat nih ya...
Pagi-pagi ada sms masuk gini:
06:39:54
Slmt pagi p Sugih,sy dari travel yg ke Tasik,Bp siap2 nanti di jpt jam 07.00,trims.

Kalo liat dari sms itu brarti pas telp buat pesen kursi aku udah nyebutin nama utuhku, karena di sms si sopir travel ini manggil aku “Sugih”. Kalo pas pesen aku cuma nyebut nama panggilan pasti yang dia tulis “Sugi”. Dan ternyata dia mengacu pada kuitansi yang dibikinin oleh kantornya yang tentu saja dibuat setelah aku telpon. Brarti ada kesalahan berantai di kasus ini. Padahal, aku sendiri (dengan suara cewek yang merdu) yang memesan dengan menyebut nama utuhku yang berakhiran “i”.

Halooo? Apa sulitnya sih nanya nama ini jenis kelaminnya apa? Daripada sok tahu tapi salah. Yaah, pada akhirnya kemudian tergantung gimana kita menanggapinya tho.

Sms pak sopir tadi akhirnya cuma aku bales: Siap, Pak. Btw, nanti kalo nyari saya cewek lho ya hehehehe...

Bandung (2): Kilometer Nol




“ZORG, DAT ALS IK TERUG KOM HIER EEN STAD IS GEBOUWD”
(Coba usahakan, bila aku datang kembali, di tempat ini telah dibangun sebuah kota)

Itulah ucapan seorang HW Daendels yang sangat terkenal sambil menancapkan tongkat kayunya di tanah. Perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa tahun 1808-1811 menjadi kenyataan dan sekarang kota yang dia inginkan masih berdiri dengan segala warnanya. Ya, Kota Bandung.

Kutipan lebih lengkapnya dapat dilihat di PRASASTI BANDOENG KM. “0” (NOL) yang melengkapi sebuah tugu yang menjadi penanda posisi KM. Bd. 0+00.
Tugu ini ada di trotoar depan Kantor Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat yang terletak di kawasan Asia-Afrika.

Sebuah episode yang menyenangkan saat kami menginjak tanah yang pada 1810 diinjak juga oleh seorang HW Daendels. Seorang tokoh lampau yang dengan ambisinya telah mendorong dan memaksa terbentangnya sebuah jalan raya dari Anyer ke Panarukan. Jalan yang terkenal sebagai jalan raya pos atau de groote postweg. Jalan yang pembuatannya memakan banyak korban jiwa rakyat negeri ini. Jalan yang hingga saat ini masih membentang dengan keangkuhan yang masih tersisa di tengah bopeng-bopeng di sekujurnya.

Berdiri di tempat ini sebenarnya bukanlah menjadi tujuanku ke Bandung. De yang ingin menunjukkannya. Jadilah sore itu, dengan tujuan utama survei lapangan untuk tugas pantauan pilkada keesokan harinya dan kebetulan Jalan Asia-Afrika masuk dalam wilayah pantauanku, kami ke sini.

Berfoto menjadi wajib kemudian. Dan ternyata bukan cuma kami yang melihat lokasi ini penting, ada sepasang remaja dan seorang bapak yang dengan serius berusaha mengambil gambar tugu dengan kamera handphone masing-masing sore itu.

“Kayaknya kita harus mengunjungi nol kilometer di tempat lain juga nih,” kata de tiba-tiba.
Seru juga sepertinya...jadilah KM 0 di kota-kota lain menjadi target kami berikutnya. Hmm...kapan ya bisa ke Sabang?

Selasa, 19 Agustus 2008

Bandung (1): Stasiun Penjerat Kenangan


Menapak kaki kembali di peron Stasiun Bandung dini hari itu.
Adalah dorongan otomatis untuk mengambil sebuah piringan hitam kenangan dan kembali memainkan di pemutarnya.
Lebih setengah windu yang lalu kenangan itu tergores.

Gelisah di tempat duduk dalam gerbong kereta api yang membawa dari arah utara kota di mana stasiun ini berada.
Saat jarak semakin pendek, saat waktu semakin susut.
Debar semakin kencang.
Kereta berhenti.
Sambil mencoba menata hati, aku turun dari kereta mengedarkan pandangan.
Mencari sosok itu.
Sosok yang membuatku berani menempuh perjalanan ini.
Dia ada di sana.
Di peron yang ada di samping kereta yang baru saja berhenti membawaku yang gelisah dalam perjalanan dari arah utara.
Aku tersenyum, begitupun dia.
Tangannya mengacaukan rambutku dengan gerakan yang canggung.
Aku memandangnya pun dengan canggung.
Kemudian percakapan dengan pola serupa untuk sebuah pertemuan dari perjalanan berlangsung.
Sambil kaki-kaki kami mencoba menyamakan langkah ke luar stasiun.
Hari itu pun habis dengan kisah yang terangkum.
Dihiasi dengan gerakan-gerakan canggung yang manis.

Di dini hari yang baru saja berlalu....
Aku kembali menapakkan kaki di peron Stasiun Bandung itu.
Sambil melangkah mengedarkan pandangan.
Menghirup udaranya.
Memang, aku tidak menemukan sosok yang sama di pandanganku dini hari itu.
Tapi hatiku nyaman.
Karena beberapa hari setelah ini, sosok itu akan datang dari arah utara.
Untuk menemuiku, kali ini tidak dengan kecanggungan yang saling kita lemparkan.
Kali ini dengan kemantapan yang menenangkan.

Dini hari itu, aku pandang peron di mana sosok itu dulu berdiri menungguku.
Dini hari itu, aku pandang bangku di mana seingatku kami pernah duduk menunggu kereta yang akan membawaku kembali ke arah utara datang.
Dini hari itu, Stasiun Bandung kembali menyapaku

Jumat, 25 Juli 2008

Satu Siang yang Luar Biasa


Ekstrimitas terkadang menjadi sesuatu yang mengesankan.

Duduk di tembok rendah panjang yang biasa ada untuk membatasi teras ruang-ruang kelas di sekolah (aku biasa menyebutnya dalam bahasa Jawa, buk) aku menyaksikan keseharian yang membangun kesan dalam di benak.

Melihat ke arah sebelah kiri bangunan di mana aku duduk di terasnya, ada bangunan kantor yang diperuntukkan bagi para guru dan kepala sekolah. Di terasnya ada beberapa orang guru yang sedang berbincang diselingi cengkerama selepas jam sekolah. Ramai di sudut itu.

Melihat lurus ke depan ada bangunan kelas sederhana setelah halaman berpohon jarang. Di depannya anak-anak berseragam putih-biru masih asyik mengobrol dalam kelompok-kelompok. Sebagian berbincang dengan serius, sebagian lainnya berbincang santai dan tertawa-tawa. Ramai juga di sudut itu.

Lalu apa yang aneh dan ekstrim?
Pada keduanya aku bisa melihat keramaian dan keceriaan.
Pada keduanya aku melihat percakapan yang seru.
Indera penglihatanku mengesankan hal yang sama.
Tapi, tidak begitu pada indera pendengaranku....
Di sudut kiri aku melihat sekaligus mendengar serunya percakapan itu.
Interaksi yang diwakili bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan suara.
Di sudut depan aku melihat.....hanya melihat...interaksi yang terwakili bahasa tubuh dan ekspresi wajah. Tidak mendengar suara.
Di sudut itulah aku melihat keramaian dalam hening.
Luar biasa....
Lama-lama justru keheningan mereka yang menyedot konsentrasiku. Suara-suara nyata yang keluar dari arah kiri menjadi samar.
Luar biasa....
Mereka saling bercerita, mengejek, dan pura-pura berkelahi....dalam ceria.
Akhirnya keheningan yang mengesankan itu bubar.
Satu per satu saling berpamitan dan berjalan ke luar kompleks sekolah yang tersudut oleh kapitalisme itu.
Beberapa berjalan lewat di depanku.
Dan aku masih tertegun.

Beberapa saat kemudian, sepi dalam arti sesungguhnya...tanpa suara di sekelilingku.
Dan di dalam ruangan di mana di depannya aku duduk dari tadi, aku melihat papan pajang yang penuh tempelan gambar yang diwarnai. Kali ini oleh anak-anak yang sepertinya lebih kecil yang berseragam putih-merah. Mungkin dengan kelebihan yang berbeda...

Jadi terngiang kalimat yang diucapkan ibu kepala sekolah yang cekatan.
Siang itu dia berkata,"Di sekolah ini, berkumpul dengan anak-anak yang orang bilang cacat. Saya justru belajar banyak. Belajar mensyukuri nikmat Tuhan."

Ya.....bersyukur.
Tidak mudah untuk mampu mensyukuri apapun.
Tapi setidaknya, siang itu aku melihat dan merasa....betapa mereka tetap ceria dengan semua yang mereka miliki.
Sebuah bentuk nyata syukur.

Senin, 21 Juli 2008

Tak Bosan Santap Nasi Megono Pekalongan





Tiga piring berisi masing-masing jenis makanan yang berbeda. Tapi, ketika ketiganya disatukan melalui sendok dan garpu di mulut, semua sensor rasa yang ada akan mengecap dan mendefinisikannya dalam satu kata utama...ENAK!


Searah jarum jam, di piring pertama ada tempe mendoan khas kota itu. Ukurannya termasuk besar, rasanya gurih dan krispi karena digoreng model keras.

Piring kedua nasi putih dan megono. Jenis makanan ini banyak ditemui di sepanjang pantura barat Jawa Tengah terutama Pekalongan dan Tegal. Megono terbuat dari nangka muda yang biasa disebut gori, dicacah halus kemudian dicampur dengan bumbu-bumbu (kata ibu mertua mbakku yang sempet bikinin megono pas kita datang ke rumahnya di pelosok Batang, pake bumbu gudangan) dan kelapa parut. Semuanya dikukus sampai matang. Rasanya gurih banget. Sudah enak kalo di makan ama nasi anget aja....

Piring ketiga, garang asem. Di sini garang asemnya pake daging berlemak (gajih-dlm bahasa Jawa) dipotong besar. Kuahnya bening dan segeeer bangeet. Keknya sih itemnya bukan karena kecap (kek garangasem Semarang bikinan Ibuku tersayang dulu). kalo ga salah pake kluwak kali yaa (nebak2 asal), soalnya itemnya ga kotor n ga menimbulkan rasa lain yang menonjol, masih menang rasa kecut segar dari asam-tomat-blimbing wuluh. Yang jelas....garang asemnya ngangenin...

Ketiganya bisa ditemukan di alun-alun Kota Pekalongan, tepatnya di sisi kiri alun-alun kalo posisi kita berdiri di depan Masjid Agung. Di pangkalan travel di Pekalongan. Namanya Warung Pak Masduki. Legendaris banget...

Seingatku aku udah pernah makan di situ tiga kali. Pertama kali ke situ di ajak temen baru pas makan sore sebelum aku naik bis ke Tegal. Temen dari salah satu LSM pecinta lingkungan di Kota Pekalongan itu adalah temen dari temen wartawan yang ngepos di Tegal. Kebetulan aku harus ambil data ke Pemkab Pekalongan, yang ternyata Kompleks Perkantoran Pemkabnya baru bikin di kawasan Kajen yang gila2an jauhnya dari pusat Kota Pekalongan. Jadi dengan baiknya temen baruku itu nunggu aku yang dateng dari Tegal ke pusat kota Pekalongan. Trus kita berdua boncengan ke Kajen yang berpuluh kilometer jauhnya. Pakai acara kehujanan segala. Nah, abis itu aku diajak ke basecamp mereka di salah satu sudut kota Pekalongan yang berbau idealisme. Karena sorenya kudu balik ke Tegal itu baru aku di anter ke pangkalan bis, tapi dengan temen yang lain lagi n sebelumnya dia ajak aku makan di situ..Makasih banget yaaa ;)

Yang kedua n ketiga sih baru 2 bulan terakhir ini sama temen-temen kantor Tim Saujana Pabrik Gula (ciyee....nama timnya keren juga nih). Bedanya, kali ini semunya dibayarin bos hahahahaha. Tapi teteeep, menu yang dipesan sama: Teh anget, nasi megono, garang asem, n tempe mendoan ;)

Nasi Megono Pekalongan memang oyeee ;)

Jumat, 11 Juli 2008

mainan-mainan de





Ketiga benda unik ini memiliki kisahnya masing-masing. Kisah yang bermuara pada satu orang...de. Ini hanya sebagian kecil dari "mainan" yang dikumpulkannya dengan sengaja ato tanpa sengaja.
De suka menyebut barang-barang itu dengan "mainan". kenapa? karena dengan merekalah dia bisa menghabiskan waktu berlama-lama. Membersihkannya ato memperbaikinya. Ato hanya sekadar melewatkan waktu dengan mengamatinya.
Blek krupuk warna hitam itu sebelumnya ditemukan berwarna lain dengan karat di beberapa titiknya. Dengan modal amplas, pilox hitam, kuas, n cat minyak putih...barang "rongsokan" itu disulap seperti itu. Bodi luarnya diwarna hitam solid sementara list kaca n sekujur bodi dalamnya dicat putih. Senang banget dia pas akhirnya nemu barang ini. Tapi...perburuan belum selesai. De masih mengincar blek krupuk dengan kaca di semua sisinya. Beberapa warung makan udah dirayu tapi belum ada yang tembus...hehehehehe.
Radio yang pertama, penuh dengan kerahasiaan.
sms1: "aku dapat mainan yang bisa bunyi...."
pas ditanya apakah itu, dijawab dengan:
sms2: "rahasia..hrs liat sendiri.."
Malamnya, ketika sudah sampai di rumah de yang sudah siap di depan laptop tidak bersegera melanjutkan menulisnya. Ternyata dia menungguku menanyakan mainan barunya. Padahal, aku melihat ada sesuatu yang ditutup koran di atas lemari....tapi aku tidak tanggap. Hahahahaha....maafkan aku (sekali lagi karena tidak peka), de ;). Langsung deh diperdengarkan itu radio tua. hahahaha....de, ternyata ada lagu Radja yang baru di radio tua ya ;p
Radio yang kedua, datang hanya sehari setelah radio yang pertama. Yang ini tidak usah dicolok listrik karena menggunakan baterai. Tadi pagi sembari bersiap sebelum keluar rumah, kami mendengarkan pidato Gubernur Jateng Ali Mufiz dari radio tua. Kapan lagi mendengarkan sidang DPRD itu kalau tidak dengan jalan ini?
Siang ini ketika telp...ternyata de membawa pulang televisi kecil kuno pemberian dari temannya.
Sore ini ketika telp...ternyata de membawa pulang kipas angin yang katanya unik.
Kedua mainan baru itu belum aku lihat.....
Hehehehehehe.....apa mau dikata?

Minggu, 29 Juni 2008

our picture


Ini adalah poto pertama yang (dengan sengaja) kami buat berdua.
Poto pas nunggu bus joglosemar di ujung jalan malioboro mo pulang ke semarang (yang ternyata cuman sampe jombor trus pindah naik patas gara2 miskomunikasi hahahahahaha...payah!)
Jadi, praktisnya kami bikin poto sendiri dengan sengaja ya baru ini....beberapa hari setelah kita merit.
Di luar kewajaran memang.
Padahal, kami udah jalan bareng 2 tahunan. Tapi selama itu belum pernah kita dengan sengaja poto bareng, jadi ga punya namanya poto berduaan.
Ada satu poto yang diambil temen pas acara teka tahun 2007, tapi itu juga dia bikin kami kaget karena asal ngambil (jadi ga dianggep).
Poto yang ada ya bareng-bareng ma banyak orang ato sendiri-sendiri.
Kita baru "membiarkan" dipoto berdua ya pas acara merit kemarin.
Ehm....ternyata ini jadi sesuatu yang istimewa.

Kamis, 26 Juni 2008

4ever friend

satu saat...............
...............blablablablablabla................(lagi ngomongin orang)
gih: jadi ternyata dia itu...........(tiba-tiba diam)..........tapi kamu jangan bilang sapa-sapa lho ya....

de: iya...apa?

gih: (tertawa tergelak-gelak) hahahahahahahehehehehihihihihi......aku kok masih bilang gt ya, de? "jangan bilang sapa-sapa ya". kamu kan suamiku.....ingetnya kek kita masih temen aja. hehehehe....

kadang masih ga sadar kalo ikatanku ma de udah lebih jauh dari sekadar teman. yaa, maklum lah kan udah temenan 10 tahun mpe sekarang jadi masih kebawa. tapi, kita tetep temen mpe kapan pun kan, de....piiiis ;p

Kamis, 19 Juni 2008

Cermin Kotor Bernama Kemiskinan

Analisis Pilkada

CERMIN KOTOR BERNAMA KEMISKINAN


"Like slavery and apartheid, poverty is not natural. It is man-made and it can be overcome and eradicated by the actions of human beings".

(Seperti perbudakan dan apartheid, kemiskinan bukanlah sesuatu yang alami. Ini adalah buatan manusia dan dapat diatasi dan diberantas dengan tindakan dari umat manusia).

Kutipan dari pidato bersejarah Nelson Mandela di depan ribuan orang yang berkumpul di London's Trafalgar Square pada acara kampanye melawan kemiskinan pada Februari 2005 tersebut sangat tepat dicermati. Kemiskinan adalah buatan manusia. Artinya, sesuatu yang dibuat manusia dapat dibalik keadaannya juga oleh manusia.

Semangat membalikkan keadaan miskin menjadi sejahtera pula yang menjadi salah satu napas dalam visi dan misi para calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah periode 2008-2013. Secara eksplisit hanya pasangan Bambang Sadono dan M Adnan yang mencantumkan "mengurangi kemiskinan" dalam urutan kelima dari 17 poin misinya. Namun, secara umum semua pasangan calon menjanjikan kesejahteraan rakyat-yang bisa diartikan sejahtera bebas dari kemiskinan-sebagai salah satu tujuan pengabdiannya.

Tujuan mulia dengan realisasi yang tak mudah. Pasalnya, kemiskinan bagaikan penyakit kronis di dalam tubuh masyarakat kita. Buktinya, sejak pemerintahan negara ini berdiri berbagai program dengan tujuan mengentaskan kemiskinan telah dijalankan. Namun, hingga sekarang kemiskinan masih membelenggu sebagian penduduk dalam berbagai bentuknya.

Menurut Badan Pusat Statistik, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan sehingga tak sanggup memenuhi kebutuhan hidup dasar, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan.

Data BPS Jateng memperlihatkan, persentase jumlah penduduk miskin terhadap total penduduk di provinsi ini cenderung menurun. Tahun 2002, penduduk miskin tercacat sebanyak 7,31 juta orang atau 23,06 persen dari total penduduk. Tahun 2005, jumlahnya turun 10,6 persen menjadi 6,53 juta orang atau 20,49 persen dari total penduduk.

Tahun 2007, meskipun persentase penduduk miskin susut menjadi 20,43 persen, jumlahnya meningkat 22.500 orang. Sebagian besar penambahan tersebut terjadi di perkotaan. Padahal, selama ini persentase penduduk miskin di perkotaan lebih sedikit dari pedesaan. Semakin mahalnya biaya hidup di kota yang tidak sebanding dengan pendapatan penduduk memicu bertambahnya jumlah penduduk miskin di perkotaan. Apalagi di tengah kenaikan harga berbagai komoditas yang salah satunya disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM tahun 2005.

Dari segi kualitas, kemiskinan tahun 2007 terbilang lebih rendah dari tahun 2005. Hal ini dapat dilihat meningkatnya indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan (IKK-P1) menunjukkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. IKK-P1 Jateng tahun 2005 sebesar 3,51 naik menjadi 3,82 pada 2007. Artinya, rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menurun, menjauhi garis kemiskinan.

Indeks keparahan kemiskinan atau IKK-P2 yang menunjukkan ukuran ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin juga memperlihatkan peningkatan. Angka IKK-P2 tahun 2007 sebesar 1,08 lebih tinggi dibanding tahun 2005 (0,93 persen). Peningkatan ini memperlihatkan ketimpangan pengeluaran antarpenduduk miskin semakin lebar. Tahun 2007 tidak saja mencatat penambahan jumlah penduduk miskin, tetapi memperlihatkan juga kualitas penduduk miskin yang semakin rendah.

Kondisi ini harus menjadi kepedulian Gubernur dan Wakil Gubernur Jateng selanjutnya. Cermin kotor bernama kemiskinan ini harus dibersihkan. Triliunan rupiah dana anggaran negara telah dikucurkan setiap tahun untuk membiayai berbagai program pemberdayaan masyarakat. Bahkan, sejak tahun 2000 pemerintah mengalokasikan dana sebagai kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak untuk pendidikan, kesehatan, sarana air bersih, penyediaan beras untuk rakyat miskin, dan sejumlah bidang lainnya. Semua upaya tersebut tidak berhasil mengurangi kemiskinan di Jateng atau secara nasional.

Tampaknya, saluran untuk menggulirkan berbagai program bantuan kepada penduduk miskin masih banyak hambatan. Kualitas data yang tidak maksimal, ketidaksiapan birokrat sebagai fasilitator, serta mental korup berbagai pihak menjadi penghambat keberhasilan program-program pengentasan kemiskinan. Di sinilah peran gubernur terpilih untuk memberdayakan masyarakatnya agar bisa terbebas dari belenggu kemiskinan. (Sugihandari/Litbang Kompas)
---dimuat di Kompas Edisi Jawa Tengah, 13 Juni 2008---

Rabu, 04 Juni 2008

Reuni dua generasi

Settingnya adalah sebuah kamar dengan dipan kayu bersusun dua. Sebenernya ini sebuah scene yang agak kabur dari file. Detil yang kabur. Hanya satu yang tertancap kuat, dialognya. Dialog antara seseorang yang lebih tua, mungkin seorang tante dengan seorang perempuan yang baru masuk kuliah.
Dialognya kira-kira seperti ini, ”Ibumu sudah masuk stadium 4. Jadi kemungkinannya sudah tipis”.
Si anak langsung menangis tersedu-sedu membenamkan suaranya di bantal. Suara yang dia lindungi agar tidak keluar dari tembok kamar itu dan menyeberang ke kamar sebelah di mana objek pembicaraan saat itu berada.
Setelah itu, ketika dia menemani sang Ibu topeng ”biasa-biasa aja kek ga tau apa-apa” di pasang. Topeng dilepas saat sudah berjarak diiringi usaha pelepasan beban dengan seprofesional mungkin.

Hampir sepuluh tahun kemudian, topeng yang sama terpaksa kembali dipakai. Kali ini dipakai saat menemui seorang perempuan yang baru menjadi Ibu. Sang Ibu yang beberapa hari setelah berjuang keras melahirkan belum juga dapat bertemu dengan buah hatinya. Dia masih terbaring di atas kasur di sebuah ruang kelas I di rumah sakit. Sudah bisa bergerak ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, namun belum juga mampu memaksakan diri berjalan ke kamar bayi yang berjarak beberapa kamar dari situ.
Dia hanya bisa melihat wajah buah hatinya di telepon genggam suaminya. Wajah dede—begitu dia selalu memanggilnya hampir sepuluh bulan terakhir—begitu mirip dengannya. Dia sempat mempertanyakan kenapa mata si kecil tertutup. Berbagai jawaban dan alasan disampaikan dengan hati perih oleh si Bapak baru. Si Bapak baru terus berusaha tersenyum di depan kekasihnya itu. Terus berjuang keras sambil menunggu sampai tiba waktunya kisah itu dialirkan. Kisah yang pasti akan menghancurkan hati dan harapan serta mimpi mereka.

Kisah yang berseting di kamar observasi, kamar operasi, kamar pasien klas I, dan lorong-lorong sebuah rumah sakit. Sebuah kronologi kejadian dari sore hari sebelumnya dan berakhir pagi hari berikutnya. Dengan akhir yang menghancurkan hati. Ketiadaan kehidupan seseorang yang kepadanya segala harapan, mimpi, dan kasih, dicurahkan oleh ibu, bapak, dan semua orang.

Air mata akan deras mengalir mengiringi kepedihan ini.
Semoga air mata itu dapat membasuh luka yang tergores dalam.




Untuk ponakan yang cantik...
Selamat berkumpul dengan Nenek yaa. Sampaikan salamku ;)
20080601 - 07.44/07.47

Kamis, 29 Mei 2008

Look at me!

Tiba-tiba dia bangun dari tempat tidur dan keluar dari kamar sambil mendekap bantal. Suara pintu kamar sebelah yang tertutup mengikuti beberapa menit kemudian. Istri yang merasa ditinggalkan dalam keadaan emosi segera beranjak mencari tahu.

Pertanyaan muncul di benaknya. Kenapa suami membawa bantal ke kamar sebelah.
Padahal setaunya sebelum dia tinggalkan ke luar kota sehari kemarin kamar itu masih berantakan. Kasur masih terlipat sembarang di atas lantai. Kayu-kayu penyusun dipan pun masih teronggok rapi di pojokan. Beberapa plastik berisi pakaian juga berserakan tak teratur. Intinya, kemarin kamar itu masih berantakan.

Saat pintu dibuka, terlihat suami yang tidur di atas kasur yang sudah tertata di dipan yang sudah berdiri rapi. Lantai bersih tersapu. Tas-tas plastik pakaian pun rapi di pojokan. Kamar terlihat nyaman.

Istri segera mendekati suami yang sok cuek. Istri tertawa-tawa karena merasakan kekonyolan sikap suami yang ternyata ingin menunjukkan hasil kerjanya.

Beberapa jam kemudian, ditelpon.......
Suami : Iya nih, udah ditunggu-tunggu kok ga nengok-nengok ke kamar itu. Padahal kan udah bersih sekarang. Kamu sih ga sensitif. Tidak menghargai kerja keras suami.
Istri : Hihihihi...maap. La kamu kok ya nggak bilang?
Suami : Ya gengsi dong.
Istri : Hehehehe...

Rabu, 28 Mei 2008

suami vs istri

..................................................................
Suami : Eh, hari ini aku bandel...bandel banget lho.
Istri : Emang ngapain?
Suami : Tadi aku dapat blek krupuknya. udah ada karat-karatnya dikit gitu.
Istri : Harganya berapa?
Suami : Sepuluh ribu. Jadi nanti dicat item sama putih. keren kan...
Istri : Ya. Trus apa lagi?
Suami : Dapat toples lagi yang kayak kemarin. beli dua. disitu ada banyak banget barang-barang loakannya.
Istri : Tutupnya item juga?
Suami : Item.
Istri : Eh, bukannya kemarin katanya toplesnya udah cukup dua aja, kok nambah dua lagi?
Suami : Hehehehe....empat aja cukupnya. ga nambah lagi kok.
Istri : Halaah...liat aja ntar.
Suami : Trus dapat botol beras kencur. kayaknya sih baru, tapi tulisannya masih bersih. bagus. itu tiga ribu lima ratus. sama botol selai. selai apa gitu...dua ribu.
Istri : Piguranya berapa?
Suami : Lima belas ribu. ama beli pilox item biar bagus kan
Istri : Berapa?
Suami : Tujuh belas ribu lima ratus.
Istri : Sebentar-sebentar.......jadi totalnya lima puluh tujuh ribu lima ratus rupiah.
Suami : Banyak ya. Gimana nih?
Istri : Ya terserah. itu artinya kudu lebih keras nyari duitnya kan hehehehe

.........................................................................................................................................

Senin, 26 Mei 2008

1st b'day

to day is my first b'day as a couple
i have a friend for the rest of life now
16 days ago was the start point
what a wonderful
thanx God

makasih untuk lelakiku
moga kita panjang jodoh
kebersamaan yang luar biasa
amin

Senin, 05 Mei 2008

Gula Itu Bernama Kampanye Politik

Ada gula ada semut.
Pepatah yang sangat populer untuk menggambarkan sebuah fenomena saat ada sebuah titik yang mengeluarkan aura daya tarik super kuat ke sekitarnya.
Ini lebih diawali dari karakter semut yang menyukai hal-hal yang "manis". Jadi ketika ada "gula" yang merepresentasikan sebuah ke"manis"an, maka cukuplah prasyarat menjadi daya tarik bagi sang semut.
Sosok semut dapat berupa apapun dan siapapun.
Bisa jadi ormas, kelompok masyarakat, pondok pesantren, pengurus masjid, panti asuhan, atau nama apapun yang dijadikan papan nama untuk mengumpulkan gula-gula yang seringkali bertajuk "sumbangan seikhlasnya".
Kali ini, gula itu bernama kampanye politik.
Hari ini, fenomena itu mampir di depan mata tanpa perlu mencarinya.

Jam 10 pagi lebih sedikit aku sampai ke sebuah blok ruko yang menjadi markas tim sukses salah satu pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah yang akan bertempur 22 Juni mendatang.
Hampir bersamaan, beberapa orang yang sepertinya bukan orang yang bekerja di kantor itu datang. Mereka duduk di sederet kursi yang ada di ruangan sempit di bagian depan kantor yang berfungsi semacam "lobi".
Aku langsung masuk ke ruang dalam-karena feelingku bilang para tamu itu adalah para "semut-semut" tadi. Dan ternyata saat aku tanyakan ke mbaknya yang ada di dalam, dia membenarkan.
Sekitar setengah jam kemudian aku pergi karena orang yang aku tunggu belum muncul.
Satu jam kemudian aku kembali dan duduk di belakang mbaknya.

Tak berapa lama ada seorang bapak berpakaian rapi identik-yang aku lihat duduk di lobi saat aku masuk kantor itu untuk yang kedua kalinya-masuk ke ruangan itu dan duduk di depan mbaknya.
Ternyata untuk menyerahkan proposal juga.
Bapak berwajah bersih dengan sedikit jenggot itu mengenakan baju koko putih yang dipadu celana kain dan sepatu gelap. Rapi.
Tanpa perlu mencuri dengar, aku yang duduk di belakang mbaknya bisa mendengar percakapan mereka.
Si Bapak mengajukan proposal permohonan sumbangan atas nama sebuah panti asuhan yang ada di salah satu tempat di luar Kota Semarang. Dana itu sekiranya untuk memenuhi pos anggaran "kebutuhan sehari-hari" panti yang mengasuh 61 anak tersebut.
Dengan ramahnya mbaknya menerima proposal dari si Bapak. Mbaknya juga menerangkan kalau untuk proposal tersebut kemungkinan tindakan lanjutan dari pihaknya baru akan dilakukan bulan berikutnya, bukan bulan ini.
Alasannya, sudah banyak proposal yang masuk sebelum proposal si Bapak. Dia menyebutkan angka 100. Selain harus prioritas yang sudah lebih dulu masuk, mbaknya juga menerangkan kalau kemungkinan pihaknya akan konsentrasi dulu untuk pemenangan timnya pada pertaruhan 22 Juni mendatang.
Si Bapak langsung waspada mendengar penjelasan ini.
Dia menegaskan apakah ini berarti pengajuan proposalnya tidak akan cepat terealisir.
Dan saat mbaknya mengiyakan, si Bapak terus mengejar apakah ini berarti proposalnya baru akan ditindaklanjuti setelah pencoblosan.
Karena indikasinya mengarah ke situ, si Bapak mencoba bernegosiasi dengan senjata bahwa bukankah kalau proposal itu bisa terealisir sebelum pencoblosan, pasangan calon yang dimaksud dapat sekalian "sosialisasi program" ke mereka. Si Bapak tampaknya mencoba mengingatkan betapa penting korelasi yang ada-antara realisasi proposal dan kesempatan kampanye bagi pasangan calon dimaksud.
Tapi tampaknya, mbaknya tak goyah (atau terlalu capek melakukan rutinitas menerima-memberi pengertian-mendengarkan pengajuan proposal-proposal yang berdatangan).
Setelah usaha negoisasi tak berhasil, si Bapak akhirnya berpamitan.

Proposal si Bapak semakin membuat tumpukan proposal di meja mbaknya meninggi. Aku perkirakan jumlahnya lebih dari lima buah.
Dia bilang, "mbak tinggal sebentar aja, proposalnya udh segini kan."
Dan kami hanya tertawa.

Menertawakan sekaligus salut pada kegigihan "semut mencari gula"

Kamis, 01 Mei 2008

pangestu

"Mi, ni yang mo nemenin aku"
Hanya kalimat pendek itu yang sanggup terucap tadi.
Padahal, sebelumnya terpikir banyak kalimat perkenalan untuknya.
Untuk memperkenalkan seseorang penting yang jika Dia mengizinkan akan menjadi temanku sepanjang umur.
Aku ingin bilang bagaimana orang itu bisa mewujud sangat penting buatku.
Aku ingin bilang beberapa waktu lagi jika Dia mengizinkan kami akan menyatu.
Aku ingin bilang aku butuh kehadirannya.
Aku ingin bilang banyak hal.
Tapi ternyata hanya kalimat pendek itu saja yang sanggup terucap tadi.
Saat tanganku mencoba membersihkan keramik putih yang menutupi tempat terakhirnya.
Saat tanganku menyusun bunga mawar merah di bawah ukiran namanya.
Saat mataku meneteskan isinya tanpa bisa ditahan.
Hanya kalimat pendek itu saja.
Semoga menjelaskan semuanya.

Semoga semua yang kami inginkan selaras seperti yang Dia inginkan.
Amin.

Minggu, 13 April 2008

Pada hitungan ketiga

Pada hitungan ketiga lah aku telah belajar.

Tiga kali sudah aku ngisi agenda tahunan sebuah lembaga pers mahasiswa (LPM) universitas negeri di Semarang.
Pesertanya beragam dari tahun ke tahun, dari mahasiswa umum, mahasiswa yang sekaligus anggota LPM, dan beberapa orang yang tertarik dengan jurnalistik.
Memang, agenda itu semacam pelatihan jurnalistik dasar.
Dan salah satu sesi-nya mengenai penelitian dan pengembangan di media massa.

Pengalaman pertamaku, langsung di depan audiens yang jumlahnya sekitar seratus. Grogi pastinya. Panas dingin. Untungnya, materi aku sendiri yang bikin hasil modifikasi dari materi pelatihan milik bos kala itu. Untungnya lagi, beberapa saat sebelumnya bos kala itu sempat sengaja men-training aku untuk memberi pelatihan. Saat itu, bos kala itu (yang kepadanya aku selalu berterimakasih atas pelajaran2 hebat yang dia berikan) mengajakku untuk melihat blio memberi pelatihan. Gayanya memang selalu mengesankan di depan audiens. Aku belum apa-apanya. Pelajaran penting dari pengalaman pertamaku...kuasai diri, jangan berbicara dengan diri sendiri (di dalam benak) saat berbicara dengan audiens, jangan bertanya2 bagaimana penampilanku saat aku sedang menampilkan diri...intinya: control urself! n satu lagi: pertimbangkan penggunaan waktu.

Pengalaman keduaku, kali ini audiens-nya tidak sebanyak yang pertama, meski tetap penuh ruangannya. Aku mencoba hal yang baru...tidak membawa hand-out materi. Kali itu aku lebih banyak bercerita mengenai pengalamanku sebagai staf Litbang. Memang lebih cair dan aku lebih bisa menguasai diri. Pelajaran dari pengalaman kedua...pengulangan selalu memberi kesempatan perbaikan. (makasih buat seseorang yang dengan setia duduk di kursi belakang hehehehe)

Pengalaman ketiga, berbeda gedung lagi dengan isi sekitar 80an. Kali ini aku membawa materi berupa pointer n penjelasan singkatnya yang aku siapin beberapa jam sebelumnya. Pertimbangannya: cerita pengalaman memang asyik didengarkan, tapi apakah cukup mengena dan mampu memberi gambaran mengenai apa n bagaimana Litbang di media massa. Keknya sih dengan itu, kisahnya jadi lebih sistematis. Sesi diskusinya juga seru. Tapi keknya di tengah-tengah aku masih kepleset ga sistematis ngomongnya n kecepetan ga ya tadi ngomongnya?

Pengalaman dari ketiganya: Pilih waktu yang tepat saat memberi materi!
Yang pertama n kedua aku taken for granted aja ma jadwal yang dikasih panitia: sekitar jam 11 lebih dengan waktu sekitar 45 menit.
Hasilnya, audiens sendiri udah pada bete, cenderung males karena udah capek n hawanya pingin istirahat siang. Tidak menguntungkan buat berbicara (apalagi dengan kemampuan menarik perhatian yang masih terbatas hehehehe)
Karena itulah, yang ketiga ini sebelumnya aku minta ke panitia buat ganti jam. dari sesi ketiga yang hampir siang itu ke sesi kedua yang ada di tengah antara pagi dan siang.
Memang beda ternyata. Tadi, hanya beberapa orang yang keliatan tidak mendengarkan. Sebagian besar masih berminat mendengarkan celotehan sok tau dari aku hehehehe...keliatan dari mata mereka.

Hmm...klise tapi bener: Pengalaman adalah guru yang terbaik

Kamis, 10 April 2008

tepat sebulan lagi

"wis deg2an belum?"
seorang temen tak bosan-bosan menanyakannya beberapa kali dalam beberapa waktu terakhir ini.
dan jawaban terakhirku masih sama seperti jawaban-jawabanku yang lalu
"rak sempat deg2an, la wong gawean akeh".

Setelah dialog yang serupa itu biasanya dia membagi pengalaman dan tips2nya saat dan setelah memasuki momen itu.

dan tepat sebulan sebelum hari itu, pertanyaan itu kembali dilontarkannya.
dan dialog yang sama masih kami lakonkan.

tepat sebulan sebelum hari itu, badanku terasa letih, pikiran dan emosiku bercampur aduk dalam percampuran yang panas dan cenderung gelap. Di kepalaku terisi banyak hal. Besok ke bps pagi-karena besok jumat biar ga keburu tutup tengah hari-buat nyari data pelengkap hut kota tegal. Besok mulai ngitung n nyusun laporan keuangan trackingpoll kemarin dengan konsekuensinya laporan itu telat kekirim n gajiku berpotensi ditahan--karena malam ini aku udah males banget ngitung-ngitung soal duit lagi. Soal lawangsewu besok ga usah dipikir lah, janjiannya kan senin depan konfirm lagi. Agak nyesel karena aku ga sempat bikin tulisan jelang pilkada kudus. Ups! besok kudu konfirm ke kpu kudus soal sistem penghitungan suara pilbup mereka besok sabtu (dan apakah minggu masih bisa diakses?). Oya, kudu ngecek stok poling buat pemuatan hari senin. Oya juga, kudu mulai ngatur sistem pembayaran ke temen2 tenaga poling kemarin. Apalagi ya? keknya sementara ini cukup deh.

tadi sore mamah sms soal kontrakan, tapi dengan ga sopannya, sampe sekarang blm takbales karena lagi males mikir.

oya, soal baju juga lupa konfirm.

dan tepat sebulan sebelum hari penting itu...ada seorang temen yang dengan setia bertanya, "wis deg2an belum?" dan aku tetap jawab, "rak sempet deg2an".

hanya doa yang tak pernah putus semoga semuanya lancar hingga momen itu datang, hingga momen itu terlewati, hingga momen itu berganti dengan momen-momen lain yang lebih baik.
Amin

with all wishes in the air
in the name of Allah
bismillah....

Minggu, 06 April 2008

Mojok di Kupat Tahu “Pojok”

Kesekian kalinya aku mampir mengecap rasa yang ngangenin ini di warung tua itu. Sampai sekarang pun aku tak ingat tepatnya dimana seandainya aku disuruh menunjuk titik di peta Kota Magelang yang mewakili warung itu. Ingatanku soal lokasi emang rada payah (kalo malu dibilang sangat buruk).

Tapi ingatanku kuat soal susunan bangku dan meja di dalam warung bercat hijau itu. Soal letaknya yang ada di sebelah kiri jalan arah ke Semarang dari alun-alun kota. Warung kupat tahu kedua dari deretan di jalan itu. Dengan papan nama “Tahu Pojok”.

Menikmati sepiring kupat tahu di situ bagaikan merekonstruksi sebuah kenangan akan rasa. Mengembalikan sebuah ingatan akan rasa. Selama waktu tidak merasakannya di lidah, hanya ingatan akan rasa manis sekaligus segar yang nikmat yang terbangun. Saat kembali merasakannya di lidahlah ingatan akan semua itu mewujud. Luar biasa.

Sepiring...tidak lebih. Hanya sepiring untuk menikmati sebuah hidangan istimewa. Cara menghidangkannya pun tak biasa. Tidak butuh yang namanya cobek untuk setengah menghancurkan bumbu penyedapnya. Ritual itu langsung dilakukan di piring yang nantinya tersaji di hadapan penikmat.

“Kupat tahu setunggal. Pedes”. Begitu pesanan terlontar, dua pelayan otomatis bergerak. Seorang segera menggoreng tahu dan memotongnya seukuran dadu besar. Seorang lainnya mengiris sepenggal bawang putih dan beberapa buah cabai rawit di atas piring yang kemudian diulek dengan munthu dari kayu. Setelah siap, kupat diiris dan ditaruh di piring itu bersama tahu goreng. Irisan kol dan daun seledri, serta kecambah menghias di atasnya. Kuah semacam sambal kacang yang encer dituang ke piring. Bawang merah goreng yang tak boleh ketinggalan memberikan sentuhan terakhir.

Panas dari tahu goreng masih terasa saat kupat tahu di piring kita aduk. Harum. Tahu yang lembut dan gurih terasa nikmat saat dimakan bersama kuah yang juga gurih sekaligus manis. Sayur-sayuran yang ada memberikan rasa segar tersendiri. Sementara kupatnya—mewakili nasi—seperti menjadi syarat legalisasi bagi orang Indonesia untuk merasa sudah makan.

Banyak warung menjual kupat tahu. Pernah merasakan yang memakai telur dengan porsi yang penuh. Pernah merasakan yang memakai semacam gimbal dengan harga porsi yang mahal. Sama-sama mengklaim sebagai kupat tahu. Tapi, kupat Tahu Pojok memang beda. Rasa kuah sambal kacangnya tidak meninggalkan rasa eneg setelahnya. Sebaliknya, rasanya justru segar. Pelengkapnya yang “hanya” sayuran sederhana justru menjaga kenikmatan rasa keseluruhan tidak menjadi kabur.

Selain itu semua, makan di warung bercat hijau di salah satu ruas jalan di Kota Magelang itu menyisakan kenangan unik. Kenangan “masa muda”. Sekitar tujuh tahun yang lalu (kalo tak salah ingat tepatnya), langsung berangkat keesokan hari setelah sebelumnya Upik mengajakku naik motor berdua ke rumah kakeknya di Jogja. Dengan Kaze-E kesayanganku (yang waktu itu masih berusia balita), kami bergantian mengendarainya. Keluar pagi dari Semarang dan masuk lagi ke kota itu malamnya. Perjalanan seru yang kalo sekarang disuruh mengulang pasti berpikir berpuluh kali (he..he..he..). Dalam perjalanan ke Jogja itulah kami mampir ke “Tahu Pojok”. Itu pertama kalinya (seingatku) aku ke warung itu dan membawa oleh-oleh kenangan rasa. Setelah itu, setiap melewati Magelang pasti kenangan rasa itu selalu melintas.

Nikmat.....

Selasa, 25 Maret 2008

Wonosobo Food Fest....yummy!


Makan siang kali itu sangat mengesankan.
Sebuah perjalanan yang dipungkasi dengan sebuah prosesi yang tak terlupakan.
Kenikmatannya masih terasa di segenap panca indra hingga detik ini. Padahal, pengalaman itu terukir lebih dari sebulan yang lalu.
Setelah setengah hari yang padat dengan kunjungan menengok ratusan batu bersusun yang berusia ratusan kali lipat dari umur kami.
Setelah setengah hari dipeluk erat dengan dinginnya udara, tebalnya kabut, dan rintik gerimis yang terus menemani.
Setelah bangun dini hari dari dua jam waktu tersisa untuk meluruskan badan dan mengistirahatkan mata.

Makan siang di kota Wonosobo kali itu memang sangat mengesankan.
Apalagi kalau bukan menikmati makanan khas kota sejuk itu...MI ONGKLOK!
Dengan rekomendasi dari putra terbaik Wonosobo yang ada di kantor kami (hi..hi..hi..hidup Mr Meri!) bertujuh kami mencari yang namanya “Mi Ongklok Mbak Umi”.

Warung yang tidak begitu besar itu langsung penuh ketika kami masuk. Pesan? Mi ongklok tujuh dan dua porsi sate sapi dan tentu saja minuman.
Sembari menanti pesanan dibuat, ada pemandangan indah di depan mata. Yeah, ada beberapa nampan berisi camilan khas Wonosobo lainnya yang sayang dianggurkan. Ada geblek dan tempe kemul. Jadilah, belasan camilan itu segera berpindah ke perut-perut lapar kami. Rasanya? Tempe kemul-nya lebih gurih dan maknyus dibandingkan jenis yang sama yang saat sarapan disajikan pihak hotel. Geblek-nya? Enak juga sih...hanya kalah enak yang pernah aku makan ketika beli saat ada acara di Telaga Menjer yang ada di bawah Dieng. Geblek yang itu masih panas dan langsung dari penjual gendongannya. Muantaap rasanya ;)

Mi ongklok dan sate sapi hadir di meja.
Mangkok sedang besarnya itu penuh dengan campuran mi, kol, daun bawang, dan saus kental yang manis. Makanan sederhana yang unik. Kenikmatannya bertambah saat ulegan cabe dicampurkan ke mangkok. Rasa manis gurih dari saus kental tadi berpadu dengan gurihnya mi dan segarnya kol dan daun bawang. Belum lagi dengan lembutnya suwiran daging ayam dan sedapnya taburan bawang merah goreng ditambah sedikit pedas dari cabe uleg tadi. Lidah semakin menemukan jodohnya saat merasakan sate sapi yang benar-benar gurih karena dibakar dalam potongan kecil dan diracik dengan bumbu kacang. Tak perlu menunggu waktu berputar lama untuk melihat isi mangkok hilang dari pandangan.

Semua orang puas dengan sensasi nikmat ini. Satu mangkok mi ongklok yang nikmat cukup untuk membuat sebuah kenangan manis tentang Wonosobo. Untuk memperpanjang kenangan ini hampir semua anggota rombongan membungkus pulang geblek dan tempe kemul yang tersisa hingga habis.

Puas? Makan siang yang menyenangkan memang, tapi masih ada yang belum terlengkapi. Dini hari ketika kami masuk Wonosobo kami kehabisan wedang ronde-nya....bukan wedang ronde biasa, tapi di kota ini wedang ronde-nya plus emping. Wedang ronde kok pakai emping? he..he..jadi teringat kata-kata Mr Meri saat ke Wonosobo beberapa waktu sebelumnya, “Aku diketawain anak-anak produksi pas bilang kalau di Wonosobo wedang ronde-nya pakai emping”.

addiction

I’m addicted to ctrl-f.

Kata-kata itu yang aku ucapkan saat berdiri di hadapan puluhan orang yang berkumpul sebagai anggota kelompok pecandu di sebuah unit rehabilitasi. Hanya sebuah bayangan yang suka ada di scene film, tapi benar-benar terbayang jawaban itu yang aku ucapkan saat ditanya apa yang bikin aku tergantung.
Ya. Masing-masing orang punya kecanduan pada objek yang berbeda-beda. Ada yang kecanduan kopi, kecanduan rokok, kecanduan tidur, kecanduan makan, kecanduan cinta, atau yang sepele tapi penting kecanduan udara. Dan aku, selama ini ternyata kecanduan aplikasi sistem komputer, terutama saat mengoperasikan file program dengan ekstensi .doc atau .xls
Tiga hari ini dikejar-kejar dengan pertanyaan temen grafis, “Gi, dharmacala-ne ndi?” Huuuuuh!!!!!!!!! seandainya saja aku bisa tinggal menekan “Ctrl-F” di keyboard lalu menulis kata “dharmacala” atau “dharmasala”. Pasti dalam hitungan detik akan segera muncul di mana saja kata itu terkandung dengan nyaman.
Bayanganku, akan muncul dengan manisnya kalimat ini “dharmasala adalah bangunan yang digunakan sebagai persinggahan sementara para peziarah sebelum melakukan pemujaan di candi”.
Sayang seribu sayang....kalimat itu atau dengan susunan yang lainnya ada di satu atau dua lembar dari ratusan lembar yang ada di beberapa buku literatur tentang Candi Dieng. Aku yakin pernah membaca pengertian “dharmasala” di salah satu atau dua dari tumpukan buku itu.
Masalahnya, AKU LUPA! Dan aku merasa butuh “Ctrl-F” hu..hu..hu...
Apakah tersembunyi di buku Dieng Poros Dunia? Sedjarah Kuno Bangunan Candi Dieng? Ensiklopedi Indonesian Heritage seri Arsitektur atau yang seri Sejarah Awal? Atau di buku-buku dapat pinjam dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, tapi yang mana ya? Yang Studi Pemintakatan Kompleks Candi Dieng atau yang Laporan Konservasi Kompleks Candi Arjuna?
Masalahnya, tidak ada aplikasi apapun yang bisa menghubungkan sistem pencarian “Ctrl-F” dengan lembar-lembar kertas itu kecuali kekuatan memoriku yang payah ini.
End of story? Sampai detik terakhir deadline kekuatan memoriku tidak menghasilkan apapun ;( pengertian dharmasala aku ambil dari file foto yang aku ingat benar letaknya di mana. Namanya juga gambar....siapa yang tidak mengingatnya.
Hu..hu..hu..jadi pingin “Undo” atau “Refresh” nih....

Kamis, 13 Maret 2008

langkah penting3

untuk setiap detik pada tahun kedelapan bulan ketiga hari kesepuluh-kesebelas-keduabelas yang penuh dengan gejolak -- segala puji untuk Tuhan Sang Sutradara Semesta


lewat sudah tiga hari tuk selamanya
dan kekallah detik detik di dalamnya
tunggu sejuta rasa di hati

yang dulu diingkari
mungkinkah cinta itu disana
dua hati merekah

bagai mimpi terwujud tak disadari
kata hati tak semua didengarkan lagi
waktu berpacu harap pun jadi
hasrat tuk memiliki
kini tersisa reka semata
cara untuk kembali

semula indah terasa
mereka seribu rencana
mungkinkah hati miliki kembaran rasas

emua henti di sana… percuma

langit biru setiap liku jalan itu
akan selalu melukiskan kisah itu
rindu yang kian terbendung lama
akan mencapai batasnya
terbuai indah kenangan baru
sesal jadi menyatu
segalanya tlah berlalu

semula indah terasa
mereka seribu rencana
rindu yang kian terbendung lama

tlah mencapai batasnya
kini tersisa reka semata
cara untuk kembali
semula indah terasa
mereka seribu rencana
mungkinkah hati miliki kembaran rasa

semua henti disana… percuma
semua henti di sana… percuma

(tiga hari untuk selamanya--float)

Minggu, 09 Maret 2008

langkah penting (ii)

tahun kedelapan bulan ketiga hari kedelapan
satu langkah penting lagi kembali ditapak
with all wishes in the air
with all supports from every direction
in the name of Allah.......

Rabu, 05 Maret 2008

Hmmm.....

Untuk Perempuan.........(So7)

Jangan mengejarnya
Jangan mencarinya
Dia yang kan menemukanmu
Kau mekar di hatinya, di hari yang tepat

Jangan mengejarku
Dan jangan mencariku
Aku yang kan menemukanmu
Kau mekar di hatiku, di hari yang tepat

Tidaklah mawar hampiri kumbang
Bukanlah cinta bila kau kejar
Tenanglah tenang
Dia kan datang
Dan memungutmu ke hatinya yang terdalam
Bahkan dia tak kan bertahan tanpamu

Sibukkan harimu
Jangan pikirkanku
Takdir yang kan menuntunku
Pulang kepadamu
Di hari yang tepat

Tidaklah mawar hampiri kumbang
Bukanlah cinta bila kau kejar
Tenanglah tenang
Aku kan datang
Dan memungutmu ke hatiku yang terdalam
Bahkan ku tak kan bertahan tanpamu

Aku yang kan datang
Aku yang kan datang
Aku yang kan datang
Aku yang kan datang
Aku yang kan datang
Aku yang kan datang
Aku yang kan datang
Aku yang kan datang

Jumat, 29 Februari 2008

pembangun vs penerus


ada pondasi di situ.
siapa yang dulu membangunnya?
siapa yang akan meneruskan pembangunannya?
bagaimana kalo ternyata penerus pembangunan itu tidak secakap sebelumnya dan tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan dengan pondasi yang sudah ada?
Huuuuuhhhh.......
Hmmm...........
bangunan seperti apa yang akan berdiri?

Minggu, 24 Februari 2008

langkah penting


tahun kedelapan bulan kedua hari ketujuhbelas.
one step forward.
with all wishes in the air...
dengan menyebut nama Allah.

Minggu, 10 Februari 2008

Very Important Person

Emang enak jadi pejabat!
Setidaknya selama beberapa jam ikut merasakan fasilitas pejabat yang emang enak ini.
Minggu siang saat santai sejenak di rumah sodara seorang rekan yang ikut rombongan di Wonosobo setelah dari pagi ikut acara menanam.
Tiba-tiba kabar yang sudah ditunggu-tunggu dari dua tahun lalu, terutama beberapa hari terakhir, akhirnya masuk. Kabar bahwa mantan RI-1 akhirnya mangkat. Langsung pamit cabut. Berubah arah dari semula kembali ke kandang di Semarang menjadi ke Solo. Kota yang paling dekat dengan lokasi pemakaman mantan RI-1 tersebut.
Sepanjang jalan ngebut, sms-sms, telpon-telpon, diramaikan gonta-ganti saluran radio menjaring info terbaru dari jauh.
Sampai Bawen belok kanan mulai masuk rute ke Solo yang termasuk sempit dan padat. Sudah agak pesimis bisa berlari sekencang sebelumnya.
Baru belasan kilometer pertama, dari belakang nguing-nguing sirene ramai mendekat. Beberapa mobil dan truk polisi di barisan depan disusul mobil-mobil plat B di belakangnya dan ditutup mobil polisi lagi. Semuanya dengan lampu kanan-kiri mengedip. Sebentar. Di belakangnya ada mobil sejenis carry yang tampak “kurang meyakinkan penampilannya sebagai anggota konvoi orang-orang penting”, meski berplat H.
Semua orang minggir memberi jalan.
Kami pun.
Beberapa detik berpikir, akhirnya mobil dipepet di belakang carry berplat H. Lampu kedip dihidupkan, kecepatan dijaga sejurus dengan konvoi panjang itu.
Hasilnya, perjalanan tergesa kami ke Solo lancar dan nyaman.
He..he..he..he...
Melanggar hukum? UU apa ya? Pasal berapa ya?
Tapi tujuannya kan sama....menuju Solo buat nyiapin sambutan peristiwa terpenting awal tahun ini “Kematian Paman Gober”.
Yeah....enak juga jadi very important person ya ;)

Piiiiiss.....