Minggu, 06 Januari 2008

Kemegahan Masa Lalu




JEJAK BELANDA DI BENTENG VAN DER WIJCK
Serombongan anak kecil berseragam olahraga biru berdesakan di pintu keluar Benteng Van Der Wijck, Sabtu (17/6). Bersama guru dan orangtuanya, rombongan anak TK Kusuma Indah, Aliyan, Kebumen, itu baru saja menikmati obyek wisata peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda ini.
"Kami ke sini acara perpisahan TK kelas besar. Anak-anak senang di sini karena banyak mainan selain melihat bentengnya," kata Martiyem (40), yang saat itu menemani anak perempuannya.
Sejak dibuka untuk umum akhir 2000, daya tarik benteng di Gombong, Kebumen, ini makin kuat. Sebelumnya, kompleks Benteng Van Der Wijck ditempati anggota TNI AD yang bertugas di Sekolah Calon Tamtama (Secata) A.
Ternyata suasana di dalam tidak jauh berbeda. Banyak anak kecil berkeliaran yang asyik dengan permainan. Ada yang menaiki kereta mini, bermain ayunan, atau sekadar duduk bersama teman dan orangtuanya. Ini terlihat di sepanjang jalan menuju bangunan benteng yang sekarang dilengkapi dengan berbagai permainan anak.
Namun, menurut Ny Joko yang menemani anaknya, Dinda (4,2), bersama rombongan Playgroup Aisyiah, Purbalingga, di lain sisi banyaknya permainan membuat pengunjung kurang fokus pada keberadaan benteng. Padahal benteng berusia 188 tahun itu penuh nilai sejarah. Lain halnya dengan Murdiyanto (43), pengajar SDN 3 Wirun, Kutoarjo, Purworejo, yang memilih obyek wisata ini bagi anak didiknya. Selain memperkenalkan sejarah bangsa, tempat tersebut juga mengenalkan jenis permainan yang bagi siswanya termasuk baru. Memang, keberadaan Benteng Van Der Wijck tetap harus menjadi fokus kunjungan. Pasalnya, nilai sejarah yang dimilikinya merupakan bahan pelajaran yang penting bagi semua anak bangsa.
Dari kejauhan, benteng berwarna merah bata ini tampak kokoh. Seluruh temboknya berbahan batu bata dengan tinggi 10 meter. Tebal dindingnya 1,4 meter, sementara tebal atap mencapai 2,6 meter yang dapat dilihat dengan menaiki kereta yang berkeliling di atas atap.
Menurut sejarah, benteng berlantai dua ini mulai digunakan semasa Perang Diponegoro dan menjadi benteng pertahanan terdepan di wilayah Kedu Selatan. Pada masa pendudukan Jepang, kompleks ini menjadi tempat latihan anggota PETA. Selain itu, juga pernah dijadikan Markas BKR.
Pengelola akan mengoptimalkan fungsi ruangan, misalnya pembuatan teater yang akan menayangkan film perjuangan dan perpustakaan. Pengunjung juga bisa berfoto di studio. Ini diharapkan mampu menarik pengunjung yang pada masa liburan bisa mencapai 10.000 pengunjung per minggu. (dimuat di Kompas Jawa Tengah, 24 Juni 2006-tidak termasuk foto-foto)

Tidak ada komentar: