Selasa, 11 November 2008

Klangenan


Kotak berukuran 1 cm x 1,25 cm itu sudah bertahun-tahun tidak aku sentuh. Percuma saja menyentuhnya karena kotak kecil berwarna kuning itu sudah tidak berfungsi sekian lama.
Tapi, pagi itu lain. Aku tahu bakal ada hal berbeda yang terjadi. Sesuatu yang selama ini hanya sebatas harapan bercampur kecewa yang muncul saat letih dan jengkel memuncak akibat kegagalan.
Pagi itu, jariku menyentuhnya dan menekannya pelan. ”Jreeeeeeng......”, suara mesin terpicu keluar. Suara yang ternyata sudah lama tersimpan di pojokan memoriku. Tak heran kalau ada rasa yang berbeda saat mendengarnya. Rasanya ingin teriak, ”Hoooi...double starter motorku hidup lagi!!!!”.
Sepeda motor kesayanganku itu keluaran tahun 1998. Jadi, sudah 10 tahun menemaniku. Mereknya Kawasaki tipe Kaze bersilinder 110. Warnanya yang hitam membuatnya tambah ganteng. Stripping-nya yang bernuansa hijau pernah sempat pingin aku hilangkan, maksudnya biar hitam polos tapi kala itu dilarang mami. Entah apa alasannya, yang jelas sampai sekarang masih menempel manis.
Baru beberapa hari yang lalu si Kaze—begitu aku memanggilnya—masuk bengkel untuk dipoles. Seharian dia di sana. Hasilnya, selain double starter yang bisa kembali hidup, si Kaze dapat suara klakson baru yang lebih garang dari sebelumnya. Hehehe..sebelumnya hanya bersuara ”tiiiit”. Kedua mata-nya pun dapat lampu-lampu baru, tapi sayang perlu diganti lagi ke yang lebih terang. Yang seru, lampu sein kanan-kiri sekarang bisa berkedip dengan genit lagi setelah bertahun-tahun hanya melotot kalau mau belok. Akar semuanya ya aki baru hihihihihi.....
Pelek ban belakang termasuk ruji-nya juga baru. Ini memang harus diganti karena peleknya sobek di beberapa bagian karena karat yang beberapa kali ikut menyobek ban dalam. Kampas rem belakang juga ikut diganti termasuk kampas rem depan—untung perminyakan rem cakramnya nggak ikutan error. Selama ini rem depan-belakang memang tidak bisa aku andalkan, terpaksa main gigi juga.
Sebenarnya baru setahun terakhir si Kaze sedikit demi sedikit aku poles. Awal tahun, karena polisi di sini semakin galak kalau melihat spion yang nggak lengkap, jadi aku lengkapi spion kirinya. Dan karena thothok kepala rusak akibat jatuh bangun beberapa tahun sebelumnya dan membuat pemasangan spion kiri susah dilakukan, maka bagian itu pun diganti baru. Jadi mulus kepalanya meski aku harus kehilangan stiker kesayangan yang menempel di situ.
Si Kaze memang sudah lama sekali dalam kondisi babak belur. Teringat hari pertama aku pakai sepuluh tahun yang lalu. Pagi hari berangkat sekolah. Kelas tiga SMA saat itu. Dengan asyiknya melaju. Tapi, karena belum terbiasa dan luwes pagi itu aku jatuh glangsuran di aspal yang berair setelah hujan. Rok abu-abuku basah dan masih basah waktu mengerjakan soal ulangan beberapa menit setelahnya.
Tidak hanya itu, beberapa jatuh bangun terjadi pada tahun-tahun pertama itu. Yang paling parah seingatku—semoga tidak pernah lagi—di Jalan Kaligawe depan Terminal Terboyo. Aku memacunya setelah lampu lalu lintas berwarna hijau. Tiba-tiba ada perempuan menyeberang dan aku mencoba menghindar, tapi motor di belakangku terasa menyundul si Kaze. Sepersekian detik aku tahu bakal jatuh. Waktu jatuh pun aku masih bisa melihat aspal hanya berjarak beberapa senti di depan mukaku. Luka di kaki dan wajah. Alhamdulillah. Si Kaze yang baru berusia sekitar setahun babak belur lagi. Hehehehe...maaf ya.
Baru sekarang aku benar-benar berniat mengembalikan fungsinya. Sempat beberapa kali terpikir menjual si Kaze, tapi alasan sentimentil menggelayut. Selain itu, ketangguhan mesinnya masih diakui banyak orang. So, di sinilah kami. Masih saling menemani. Jadi teringat sepeda ganteng yang aku miliki semasa SD. Sepeda keren dengan gir susun yang bisa membuat rantai berpindah-pindah sesuai kecepatan yang kita inginkan. Mirip dengan si Kaze, sepeda itu pun relatif berat dan enak untuk ngebut. I love to ride ’n feel the wind.....with 'd Kaze (hehehe).

Tidak ada komentar: