Datum dalam kamusku artinya kalender karunia. Rentetan anugerah yang mampir di keseharian yang ramai dan sunyi yang penuh dan kosong yang manis dan pahit yang hebat dan biasa yang kesemuanya adalah pemberian kehidupan. KBBI mengartikan datum sebagai tanggal; hari bulan, sementara Kamus Latin memberi arti pemberian; karunia; kurnia; sedekah; sajian. So, silakan mengartikan sendiri.....
Selasa, 25 Maret 2008
Wonosobo Food Fest....yummy!
Makan siang kali itu sangat mengesankan.
Sebuah perjalanan yang dipungkasi dengan sebuah prosesi yang tak terlupakan.
Kenikmatannya masih terasa di segenap panca indra hingga detik ini. Padahal, pengalaman itu terukir lebih dari sebulan yang lalu.
Setelah setengah hari yang padat dengan kunjungan menengok ratusan batu bersusun yang berusia ratusan kali lipat dari umur kami.
Setelah setengah hari dipeluk erat dengan dinginnya udara, tebalnya kabut, dan rintik gerimis yang terus menemani.
Setelah bangun dini hari dari dua jam waktu tersisa untuk meluruskan badan dan mengistirahatkan mata.
Makan siang di kota Wonosobo kali itu memang sangat mengesankan.
Apalagi kalau bukan menikmati makanan khas kota sejuk itu...MI ONGKLOK!
Dengan rekomendasi dari putra terbaik Wonosobo yang ada di kantor kami (hi..hi..hi..hidup Mr Meri!) bertujuh kami mencari yang namanya “Mi Ongklok Mbak Umi”.
Warung yang tidak begitu besar itu langsung penuh ketika kami masuk. Pesan? Mi ongklok tujuh dan dua porsi sate sapi dan tentu saja minuman.
Sembari menanti pesanan dibuat, ada pemandangan indah di depan mata. Yeah, ada beberapa nampan berisi camilan khas Wonosobo lainnya yang sayang dianggurkan. Ada geblek dan tempe kemul. Jadilah, belasan camilan itu segera berpindah ke perut-perut lapar kami. Rasanya? Tempe kemul-nya lebih gurih dan maknyus dibandingkan jenis yang sama yang saat sarapan disajikan pihak hotel. Geblek-nya? Enak juga sih...hanya kalah enak yang pernah aku makan ketika beli saat ada acara di Telaga Menjer yang ada di bawah Dieng. Geblek yang itu masih panas dan langsung dari penjual gendongannya. Muantaap rasanya ;)
Mi ongklok dan sate sapi hadir di meja.
Mangkok sedang besarnya itu penuh dengan campuran mi, kol, daun bawang, dan saus kental yang manis. Makanan sederhana yang unik. Kenikmatannya bertambah saat ulegan cabe dicampurkan ke mangkok. Rasa manis gurih dari saus kental tadi berpadu dengan gurihnya mi dan segarnya kol dan daun bawang. Belum lagi dengan lembutnya suwiran daging ayam dan sedapnya taburan bawang merah goreng ditambah sedikit pedas dari cabe uleg tadi. Lidah semakin menemukan jodohnya saat merasakan sate sapi yang benar-benar gurih karena dibakar dalam potongan kecil dan diracik dengan bumbu kacang. Tak perlu menunggu waktu berputar lama untuk melihat isi mangkok hilang dari pandangan.
Semua orang puas dengan sensasi nikmat ini. Satu mangkok mi ongklok yang nikmat cukup untuk membuat sebuah kenangan manis tentang Wonosobo. Untuk memperpanjang kenangan ini hampir semua anggota rombongan membungkus pulang geblek dan tempe kemul yang tersisa hingga habis.
Puas? Makan siang yang menyenangkan memang, tapi masih ada yang belum terlengkapi. Dini hari ketika kami masuk Wonosobo kami kehabisan wedang ronde-nya....bukan wedang ronde biasa, tapi di kota ini wedang ronde-nya plus emping. Wedang ronde kok pakai emping? he..he..jadi teringat kata-kata Mr Meri saat ke Wonosobo beberapa waktu sebelumnya, “Aku diketawain anak-anak produksi pas bilang kalau di Wonosobo wedang ronde-nya pakai emping”.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar