Analisis Pilkada
CERMIN KOTOR BERNAMA KEMISKINAN
"Like slavery and apartheid, poverty is not natural. It is man-made and it can be overcome and eradicated by the actions of human beings". (Seperti perbudakan dan apartheid, kemiskinan bukanlah sesuatu yang alami. Ini adalah buatan manusia dan dapat diatasi dan diberantas dengan tindakan dari umat manusia).
Kutipan dari pidato bersejarah Nelson Mandela di depan ribuan orang yang berkumpul di London's Trafalgar Square pada acara kampanye melawan kemiskinan pada Februari 2005 tersebut sangat tepat dicermati. Kemiskinan adalah buatan manusia. Artinya, sesuatu yang dibuat manusia dapat dibalik keadaannya juga oleh manusia.
Semangat membalikkan keadaan miskin menjadi sejahtera pula yang menjadi salah satu napas dalam visi dan misi para calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah periode 2008-2013. Secara eksplisit hanya pasangan Bambang Sadono dan M Adnan yang mencantumkan "mengurangi kemiskinan" dalam urutan kelima dari 17 poin misinya. Namun, secara umum semua pasangan calon menjanjikan kesejahteraan rakyat-yang bisa diartikan sejahtera bebas dari kemiskinan-sebagai salah satu tujuan pengabdiannya.
Tujuan mulia dengan realisasi yang tak mudah. Pasalnya, kemiskinan bagaikan penyakit kronis di dalam tubuh masyarakat kita. Buktinya, sejak pemerintahan negara ini berdiri berbagai program dengan tujuan mengentaskan kemiskinan telah dijalankan. Namun, hingga sekarang kemiskinan masih membelenggu sebagian penduduk dalam berbagai bentuknya.
Menurut Badan Pusat Statistik, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan sehingga tak sanggup memenuhi kebutuhan hidup dasar, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan.
Data BPS Jateng memperlihatkan, persentase jumlah penduduk miskin terhadap total penduduk di provinsi ini cenderung menurun. Tahun 2002, penduduk miskin tercacat sebanyak 7,31 juta orang atau 23,06 persen dari total penduduk. Tahun 2005, jumlahnya turun 10,6 persen menjadi 6,53 juta orang atau 20,49 persen dari total penduduk.
Tahun 2007, meskipun persentase penduduk miskin susut menjadi 20,43 persen, jumlahnya meningkat 22.500 orang. Sebagian besar penambahan tersebut terjadi di perkotaan. Padahal, selama ini persentase penduduk miskin di perkotaan lebih sedikit dari pedesaan. Semakin mahalnya biaya hidup di kota yang tidak sebanding dengan pendapatan penduduk memicu bertambahnya jumlah penduduk miskin di perkotaan. Apalagi di tengah kenaikan harga berbagai komoditas yang salah satunya disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM tahun 2005.
Dari segi kualitas, kemiskinan tahun 2007 terbilang lebih rendah dari tahun 2005. Hal ini dapat dilihat meningkatnya indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan (IKK-P1) menunjukkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. IKK-P1 Jateng tahun 2005 sebesar 3,51 naik menjadi 3,82 pada 2007. Artinya, rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menurun, menjauhi garis kemiskinan.
Indeks keparahan kemiskinan atau IKK-P2 yang menunjukkan ukuran ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin juga memperlihatkan peningkatan. Angka IKK-P2 tahun 2007 sebesar 1,08 lebih tinggi dibanding tahun 2005 (0,93 persen). Peningkatan ini memperlihatkan ketimpangan pengeluaran antarpenduduk miskin semakin lebar. Tahun 2007 tidak saja mencatat penambahan jumlah penduduk miskin, tetapi memperlihatkan juga kualitas penduduk miskin yang semakin rendah.
Kondisi ini harus menjadi kepedulian Gubernur dan Wakil Gubernur Jateng selanjutnya. Cermin kotor bernama kemiskinan ini harus dibersihkan. Triliunan rupiah dana anggaran negara telah dikucurkan setiap tahun untuk membiayai berbagai program pemberdayaan masyarakat. Bahkan, sejak tahun 2000 pemerintah mengalokasikan dana sebagai kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak untuk pendidikan, kesehatan, sarana air bersih, penyediaan beras untuk rakyat miskin, dan sejumlah bidang lainnya. Semua upaya tersebut tidak berhasil mengurangi kemiskinan di Jateng atau secara nasional.
Tampaknya, saluran untuk menggulirkan berbagai program bantuan kepada penduduk miskin masih banyak hambatan. Kualitas data yang tidak maksimal, ketidaksiapan birokrat sebagai fasilitator, serta mental korup berbagai pihak menjadi penghambat keberhasilan program-program pengentasan kemiskinan. Di sinilah peran gubernur terpilih untuk memberdayakan masyarakatnya agar bisa terbebas dari belenggu kemiskinan. (Sugihandari/Litbang Kompas)
---dimuat di Kompas Edisi Jawa Tengah, 13 Juni 2008---